in ,

Pembagian Hukum Pajak Internasional

Pembagian Hukum Pajak Internasional
FOTO: IST

Pembagian Hukum Pajak Internasional

Pembagian Hukum Pajak Internasional. Hukum Pajak Internasional adalah keseluruhan peraturan dan kaidah-kaidah hukum antarnegara seperti traktat, konvensi, dan lain sebagainya (mencakup juga perjanjuan bilateral perpajakan) yang berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun kaidah-kaidah nasional untuk mengatur soal-soal perpajakan yang mempunyai objek hukum perselisihan khususnya dalam bidang perpajakan, dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asingm baik mengenai subjeknya maupun objeknya. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. menguraikan bahwa menurut negara-negara Anglo-Saxon, hukum pajak internasional dibagi sebagai berikut:

a. Hukum pajak nasional yang mengatur hukum pajak luar negeri (national external tax law)

b. Hukum pajak luar negeri (foreign tax law).

c. Hukum pajak internasional (international tax law).

National External Tax Law

National External Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subjeknya (subjek ada diluar negeri).

Baca Juga  Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jaksus Capai Rp 53,57 T

Foreign Tax Law

Foreign tax law adalah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia.

International Tax Law

International tax law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaidah pajak yang berdasarkan hukum antarnegara seperti traktat-traktat, konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, mempunyai tujuan mengatir soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan. Hukum pajak internasional dalam arti sempit ini semata-mata berdasarkan sumber-sumber asing.

Sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaidah baik berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun kaida-kaida nasional yang mempunyai objek pengenaan pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.

Dalam perlakuan perpajakn terhadap badan atau orang asing tertentu di Indonesia, pertama harus merujuk dulu kepada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara asal atau penduduk asing tertentu tersebut, sepanjang ketentuannya memang ada di P3B-nya maka peraturan perpajakan (udang-undang domestic) yang berlaku di negara Indonesia terhadap badan atau orang asing tersebut menjadi tidak berlaku.

Baca Juga  Perlu Aturan Baru Pasca-Putusan MK tentang Pemeriksaan Bukper Pajak

Jika negara Indonesia mengadakan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty), maka itu bukanlah semata-mata keinginan sepihak dari negara kita, namun juga karena ada asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan perjanjian tersebut untuk saling mendapatkan manfaat dan keuntungan (mutual benefit).

Apabila negara kita tidak tunduk atau patuh terhadap hukum internasional, negara kita akan dikenakan sanksi secara bersama oleh negara yang mengikuti konvensi tersebut. Dalam hal demikian Indonesia akan dikucilkan dalam dunia internasional yang berdampak terhadap perekonomian negara Indonesia secara keseluruhan sehingga mau tidak mau Indonesia harus turut serta menjalankan konvensi tersebut.

Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas, yaitu

a. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar negeri, dan

b. Pemajakan terhadap wajib pajak luar negeri (WPLN) atas penghasilan dari dalam negeri (domestik).

Dimensi pertama merujuk pada pemakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi ke luar batas negara (outward, outbound transaction) karena umumnya melibatkan ekportasi modal ke mancanegara, sedangkan dimensi kedua merujuk pada pemajakan atas penghasilan domestic atau transaksi ke dalam batas negara (inward, inbound transaction) karena umumnya melibatkan importasi modal dari manca negara.

Baca Juga  Brasil Minta G20 Tegas Atasi Penghindaran Pajak Miliarder

Dalam aplikasinya, pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara domisili (residence country), sedangkan pemajakan penghasilan domestic dilakukan oleh negara sumber (source country). Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan ileh negara domisili dan sumber tersebut menimbulkan pajak ganda internasional. Oleh para investor dan pengusaha, pajak ganda tersebut dianggap kurang memperlanca mobilitas arus investasi, bisnis, dan perdagangan internasional. Selain diatur dalam ketentuan pajak domestic, keringan pajak ganda tersebut pada umumnya juga diatur dalam P3B.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *