Pedagang “Marketplace” Omzet di Atas Rp500 Juta Kena Pajak, Kemenkeu: Bukan Pajak Baru
Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi pedagang online bukanlah pengenaan pajak jenis baru.
Kebijakan ini menjadi sorotan setelah muncul wacana bahwa pedagang online dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun akan dikenakan pungutan pajak langsung melalui platform tempat mereka berjualan. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari reformasi administrasi rutin yang dilakukan setiap tahun.
“Kan ini bagian dari administrasi, jadi setiap tahun pasti kita akan melakukan perbaikan-perbaikan administrasi supaya meningkatkan kepatuhan pajak,” ujar Febrio kepada awak media, dikutip Pajak.com pada Senin (30/6/25).
Febrio menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari administrasi, dan reformasi tersebut akan menjadi bagian dari target penerimaan negara setiap tahun, yang nantinya akan dievaluasi sesuai perkembangan. “Tentunya reformasi ini akan menjadi bagian dari target penerimaan setiap tahunnya, jadi kita lihat nanti evaluasinya ya,” ujarnya.
Febrio juga menekankan bahwa ketentuan batasan omzet tetap berlaku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang memberikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
“Pendapatan di bawah Rp500 juta kan tetap, kan seperti yang sudah ada di undang-undang HPP bahwa kita berikan semacam PTKP bagi UMKM bahwa kalau omzetnya di bawah Rp500 juta ke bawah itu tidak ada pajak sama sekali,” jelasnya.
Untuk diketahui, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Rosmauli beberapa waktu lalu juga mengungkapkan bahwa rencana ini bukan menciptakan jenis pajak baru, melainkan mengubah mekanisme pemungutan pajak yang sebelumnya dilakukan sendiri oleh pedagang menjadi sistem pungut oleh pihak ketiga, yakni marketplace.
“Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran [shifting] dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan [PPh] secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk,” terang Rosmauli.
Lebih lanjut, Rosmauli menjelaskan bahwa penghasilan dari transaksi daring tetap merupakan objek pajak sesuai prinsip dasar perpajakan. Namun, dengan sistem baru ini, proses pemungutan akan menjadi lebih sederhana dan terintegrasi, sehingga memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak.
Ia juga menegaskan bahwa UMKM orang pribadi dalam negeri yang memiliki omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dipungut pajak, sebagaimana ketentuan yang berlaku.
“Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Rosmauli.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mudah dijalankan. Pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh pelaku usaha dikenai perlakuan yang setara, baik yang berjualan secara daring maupun luring, tanpa menambah beban Wajib Pajak.
“Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru,” tambah Rosmauli.
DJP menyatakan bahwa saat ini peraturan terkait penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam tahap finalisasi internal. Begitu aturan resmi ditetapkan, pemerintah akan menyampaikannya secara lengkap dan transparan kepada publik.
Penyusunan ketentuan ini pun melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait, melalui proses meaningful participation.
“Penyusunan ketentuan ini telah melalui proses meaningful participation, yakni kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait,” ujar Rosmauli.
Comments