in ,

MK Putuskan Mandi Uap/Spa Bukan Jasa Hiburan, Tak Kena Pajak 40-75 Persen

MK Putuskan Mandi Uap/Spa
Foto: MK

MK Putuskan Mandi Uap/Spa Bukan Jasa Hiburan, Tak Kena Pajak 40-75 Persen

Pajak.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait mandi uap/spa bukan kategori jenis jasa hiburan. Dengan demikian, mandi uap/spa tidak terdampak terhadap kenaikan pajak jasa hiburan 40-75 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Keputusan tersebut dituangkan dalam Putusan MK Nomor 19/PUU-XXII/2024 terhadap Pasal 55 ayat (1) huruf I UU HKPD.

“Oleh karenanya, frasa ‘dan mandi uap/spa’ dalam norma Pasal 55 ayat (1) huruf l UU 1/2022 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai ‘bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional’,” jelas Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com(6/1).

Dalam putusan tersebut MK menjelaskan bahwa pengklasifikasian mandi uap/spa yang disamakan dengan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar tidak memberikan jaminan kepastian hukum atas keberadaan mandi uap/spa sebagai jasa pelayanan kesehatan tradisional, sehingga menimbulkan kekhawatiran dan rasa takut atas penggunaan layanan jasa kesehatan tradisional dimaksud.

Baca Juga  Keamanan ”Core Tax” Dikhawatirkan, Netizen Ini Klaim Bikin NPWP Tanpa Validasi 

“Mandi uap/spa dalam kelompok diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar, menjadikan hal tersebut sebagai jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, katangkasan, rekreasi atau keramaian untuk dinikmati. Hal itu tidak sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan tradisional, sehingga menyebabkan kerugian bagi para pemohon berupa pengenaan stigma yang negatif,” jelas Hakim Arief.

Untuk itu, ia menegaskan pelayanan kesehatan tradisional memiliki landasan hukum yang jelas dan konsisten baik melalui UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maupun UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan pengaturan lebih lanjut yang tertuang dalam peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024.

”Pelayanan ini diakui sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional dengan cakupan yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, hingga paliatif. Pengakuan ini menunjukkan pentingnya pelayanan kesehatan tradisional dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai kearifan lokal,” jelas Hakim Arief.

MK juga menyebut bahwa layanan mandi uap/spa yang memiliki manfaat kesehatan berbasis tradisi lokal sudah seharusnya dianggap sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional.

Baca Juga  Pemutihan Pajak Kendaraan (PKB) di Indonesia: Mengejek WP Patuh?

Selain itu, layanan kesehatan spa telah diatur sendiri dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2024. Dalam belied itu, spa termasuk dalam bagian pelayanan kesehatan yang dilakukan secara holistik dengan memadukan berbagai jenis perawatan kesehatan tradisional dan modern. Pelayanan spa yang dimaksud dibagi menjadi 2, yaitu health spa dan wellness spa sebagai upaya pelayanan kesehatan promotif serta preventif, lalu medical spa sebagai upaya pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif.

“Dengan demikian, dalil para pemohon adalah dalil yang berdasar. Namun oleh karena pemaknaan Mahkamah tidak sebagaimana yang dimohonkan oleh para pemohon, maka dalil para pemohon a quo adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian,” urai Arief.

Seperti diketahui, dalil para pemohon berkenaan dengan frasa dan mandi uap/spa dalam Pasal 58 ayat (2) UU HKPD yang menetapkan pajak mandi uap/spa sebesar paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen yang diklasifikasikan sama dengan kelompok hiburan diskotek, hingga bar merupakan tindakan ketidakadilan dan diskriminatif adalah tidak beralasan menurut hukum.

Baca Juga  Sri Mulyani Klaim Bea Cukai Berhasil Cegah Kerugian Negara Rp820 Miliar

Besaran tarif pajak mandi uap/spa yang dipersoalkan para pemohon menjadi ranah kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukan sebagaimana amanat Pasal 23A UUD Tahun 1945.

Selain itu, berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2022, objek pajak daerah dan retribusi daerah yang termasuk jenis jasa kesenian dan hiburan dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Karena itu, tidak terdapat pengenaan pajak ganda sebagaimana yang didalilkan para pemohon.

 

”Dengan demikian, dalil para pemohon berkenaan dengan pengklasifikasian pengenaan pajak sebesar 40 persen dan paling tinggi 75 persen yang ditetapkan untuk mandi uap/spa berpotensi adanya pengenaan pajak ganda akan berdampak langsung pada keberlangsungan usaha pelayanan kesehatan tradisional adalah tidak beralasan menurut hukum,” tegas Hakim Arief.

Baca juga:

Uji Materi Pajak Hiburan di MK, Haula Rosdiana: Pemajakan Jasa SPA Perlu Selaras dengan Kebijakan PPN  https://www.pajak.com/pajak/uji-materi-pajak-hiburan-di-mk-haula-rosdiana-pemajakan-jasa-spa-perlu-selaras-dengan-kebijakan-ppn/

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *