Menu
in ,

METI: Pajak Karbon dapat Dorong Keadilan

Pajak.com, Jakarta – Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai bahwa dengan diterapkannya pajak karbon dapat mendorong keadilan untuk meningkatkan penerapan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Ketua Umum METI Surya Darma mengungkapkan, subsidi telah diberikan kepada energi tidak terbarukan seperti bahan bakar fosil yang mengakibatkan ketimpangan.

“Untuk mendapatkan keadilan itulah kemudian diupayakan diberlakukan apa yang disebut pajak karbon atau carbon pricing atau nilai ekonomi karbon,” ungkapnya dalam diskusi bertajuk Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Pajak Karbon dan Energi Terbarukan, dikutip Rabu (08/06).

Untuk nilai ekonomi karbon sendiri yang di dalamnya terdapat perdagangan karbon, telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Surya menambahkan bahwa dengan adanya pajak karbon, akan tercapai keadilan antara energi tidak terbarukan, yang beberapa diantaranya mendapatkan subsidi dengan energi terbarukan.

“Konsekuensinya adalah orang yang tidak ramah terhadap lingkungan, yang mencemari lingkungan, dia tentu harus membayar konsekuensi itu. Sehingga, dana yang dibayar itu bisa dipakai untuk kepentingan energi yang lebih terbarukan, energi yang lebih ramah terhadap lingkungan,” tambahnya.

Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadi Setiawan mengatakan bahwa tujuan utama dari penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan, akan tetapi lebih mendorong perubahan perilaku untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.

“Bertujuan untuk mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Sehingga, dapat digunakan untuk mendukung target penurunan emisi gas rumah kaca dalam jangka menengah dan panjang,” katanya.

Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan bahwa implementasi dari pajak karbon direncanakan mulai berlaku pada 1 Juli 2022. Dimana sebelumnya pajak karbon ini mengalami penundaan selama 1 bulan karena masih memerlukan harmonisasi aturan baru dengan aturan lain terkait Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Rencana pengenaan pajak karbon sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan UU tersebut, subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Pada tahap awal, penerapan pajak karbon akan diberlakukan bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Kemudian, implementasinya akan diperluas untuk sektor lainnya mulai tahun 2025.

Sebelumnya, Kemenkeu memperkirakan bahwa dampak penerapan pajak karbon 2023 berpotensi menambah penerimaan negara sebesar Rp 194 miliar. Sedangkan dampak terhadap tambahan subsidi dan kompensasi listrik senilai Rp 207 miliar. Menariknya, dampak dari penerapan pajak karbon ini diperkirakan tidak akan menimbulkan inflasi.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version