Menu
in ,

Menkeu Terbitkan PMK untuk PPS, Begini Aturannya

Menkeu Terbitkan PMK untuk PPS, Begini Aturannya

FOTO: IST

Pajak.comJakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati telah meneken dan terbitkan aturan turunan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 22 Desember 2021, dan diundangkan pada 23 Desember 2021, aturan itu dituangkan dalam PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

PMK PPS tersebut Menkeu terbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (7), Pasal 7 ayat (5), dan Pasal 12 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Bahwa PMK Menkeu terbitkan untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta, perlu mengatur ketentuan mengenai program pengungkapan sukarela (PPS) Wajib Pajak,” ungkap pembukaan dalam beleid itu.

Hal utama yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan PPS adalah masa berlakunya. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PPS akan berlaku tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Secara umum, peserta PPS terbagi menjadi kebijakan I dan kebijakan II. Kebijakan I ditujukan untuk WPOP atau Badan yang mengikuti Amnesti Pajak 2016, tetapi tidak atau belum sepenuhnya melaporkan aset dan harta yang diperolehnya sejak 1 Januari 1985—31 Desember 2015.

Tarif PPh final yang dikenakan adalah 11 persen untuk deklarasi luar negeri (LN), 8 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri (DN), serta 6 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi SDA atau renewable energy.

Berikutnya, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.

b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.

c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.

d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran (hak untuk membeli saham atau obligasi) yang diperjualbelikan di PT BEI.

e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.

f. Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

Sementara, kebijakan II ditujukan khusus untuk WPOP yang tidak mengikuti Amnesti Pajak 2016, dengan basis aset perolehan tahun 2016—2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020. Tarif PPh Final yang dikenakan adalah 18 persen untuk deklarasi LN; 14 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset DN; dan 12 persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.

Untuk pedoman yang digunakan dalam menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:

a. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.

b. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.

c. Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

Selanjutnya, peserta PPS dapat menyampaikan pengungkapan melalui Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) secara elektronik melalui website resmi DJP. Adapun SPPH harus dilengkapi dengan SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang, serta pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

Namun, khusus peserta PPS kebijakan II tambahan kelengkapannya adalah menyertakan pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum); dan surat permohonan pencabutan banding, gugatan, peninjauan kembali.

PMK itu juga menyebutkan bahwa peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.

Lalu, peserta PPS dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.

Berikut adalah beberapa poin ketentuan lainnya yang penting untuk Anda simak:

Ketentuan Repatriasi

1. Repatriasi atau pengalihan harta ke Indonesia dilakukan paling lambat 30 September 2022 melalui bank.

2. Harta bersih yang dialihkan ke Indonesia tidak dapat dialihkan ke luar wilayah Indonesia (holding period) paling singkat selama 5 tahun terhitung sejak Surat Keterangan diterbitkan. Holding period ini berlaku pula untuk aset deklarasi dalam negeri.

Ketentuan Investasi

Investasi dilakukan pada hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)/renewable energy atau investasi Surat berharga Negara (SBN). Investasi pada hilirisasi SDA/renewable energy dapat dilakukan dalam bentuk pendirian usaha baru atau penyertaan modal. Untuk investasi SBN dilakukan di pasar perdana dengan mekanisme private placement melalui Dealer Utama dengan menunjukkan Surat Keterangan.

3. Investasi dilakukan paling lambat 30 September 2023.

Investasi dilakukan paling singkat (holding period) 5 tahun sejak diinvestasikan.

4. Investasi dapat dipindahkan ke bentuk lain setelah minimal 2 tahun. Perpindahan antarinvestasi maksimal 2 kali dengan maksimal 1 kali perpindahan dalam 1 tahun kalender. Perpindahan investasi diberikan maksimal jeda 2 tahun. Jeda waktu perpindahan antarinvestasi menangguhkan holding period 5 tahun.

5. Peserta PPS dengan komitmen repatriasi dan/atau investasi wajib menyampaikan laporan realisasi investasi melalui laman DJP paling lambat saat berakhirnya batas penyampaian SPT Tahunan.

Ketentuan lain

Bagi peserta PPS kebijakan I yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan pada saat mengikuti TA 2016 dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 25 persen (Badan), 30 persen (OP), dan 12,5 persen (WP tertentu) ditambah sanksi 200 persen (Pasal 18 (3) UU Pengampunan Pajak).

Bagi peserta PPS kebijakan II yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan dalam SPPH dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 30 persen (Pasal 11 (2) UU HPP) ditambah sanksi Pasal 13 (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Bagi peserta kebijakan I yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu repatriasi/investasi yang ditentukan, dikenakan tambahan PPh Final:

Bagi peserta PPS kebijakan II yang wanprestasi repatriasi/investasi sampai batas waktu repatriasi/investasi yang ditentukan, dikenakan tambahan PPh Final:

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version