Menu
in ,

Menkeu: Pemda Harus Mampu Jaga Stabilisasi APBD

Menkeu: Pemda Harus Mampu Jaga

FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah daerah (pemda) harus mampu menjaga stabilisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), pemda dapat lebih inovatif menghimpun penerimaan pajak dan retribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), melakukan pembiayaan kreatif dan pendanaan terintegrasi, serta meningkatkan kualitas belanja negara yang cepat dan produktif.

“Ketika pemerintah pusat mengurangi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), kami melihat pemerintah daerah biasanya tidak bisa bergerak secara leluasa. Ini yang kita sebetulnya minta supaya daerah makin memiliki kemampuan untuk shock absorber juga,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com (10/6).

Ia memastikan, UU HKPD telah memberi kejelasan kewenangan pemda untuk mengelola pajak maupun retribusi. Dengan begitu, pemda diharapkan dapat  lebih berdikari meningkatkan PAD demi kemajuan dan pembangunan daerah.

“UU HKPD disusun untuk menyinergikan pajak pusat dan pajak daerah, khususnya pajak yang berbasis konsumsi. Dengan adanya pajak barang dan jasa tertentu (PBJT), objek pajak berbasis konsumsi yang menjadi kewenangan daerah akan diperluas. Selain itu, PBJT juga bertujuan agar tidak tumpang tindih dengan pajak yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Misalnya, untuk pungutan objek rekreasi, valet parking, itu semua menjadi jelas,” jelas a Sri Mulyani.

Dengan demikian, UU HKPD akan memperkuat sistem pajak daerah dan retribusi melalui restrukturisasi dan konsolidasi jenisnya, memberi sumber-sumber pajak daerah yang baru, dan penyederhanaan jenis retribusi.

“Undang-undang ini juga membuka adanya opsi retribusi tambahan, termasuk retribusi pengendalian perkebunan terkait sawit yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, untuk menyesuaikan dengan dinamika di daerah, namun tetap menjaga stabilitas perekonomian. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penerimaan pajak dan retribusi bagi kabupaten/kota diperkirakan meningkat dari Rp 61,2 triliun menjadi Rp 91,3 triliun atau naik hingga 50 persen,” ungkap Sri Mulyani.

Ia menilai, pemda membutuhkan pengelola keuangan yang dapat menjaga APBD saat menghadapi tekanan dan guncangan, seperti yang dialami pemerintah pusat. Khususnya, terkait peningkatan kualitas belanja daerah.

“Tujuannya supaya daerah itu tidak selalu begitu. (Pemerintah) pusat menggelontorkan banyak, duitnya ngendon di BPD (Bank Pembangunan Daerah). Atau kalau waktu (dananya) diambil, mereka (pemerintah daerah) juga langsung lumpuh. Mestinya bisa melakukan apa yang disebut stabilisasi antarwaktu dan antarpos. Ini yang kita harapkan,” jelas Sri Mulyani.

Ia juga berharap, alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam UU HKPD dapat meningkatkan kemampuan daerah di dalam menciptakan kualitas spending better yang berorientasi pada target pembangunan nasional. Tujuannya untuk menciptakan multiplier effect dalam mendorong transformasi ekonomi dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

“Jadi di daerah memang masih perlu terus ditingkatkan kapasitas dan pengelolaan keuangan daerahnya. Tentu kerja sama, komitmen dari seluruh pemerintah daerah, kementerian lembaga akan sangat penting untuk kita bisa bersama-sama menjaga ekonomi, menjaga rakyat, dan menjaga APBN,” kata Sri Mulyani.

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fathan Subchi menyampaikan, prinsipnya adalah daerah bisa belanja dengan efektif, efisien, dan belanja dengan tepat sasaran. Secara simultan, menteri keuangan sebagai bendahara negara juga bisa mendesain satu APBN yang efektif untuk rakyat.

Ia pun memastikan, arah baru desentralisasi fiskal melalui UU HKPD disusun berdasarkan pelbagai tantangan pelaksanaan desentralisasi fiskal selama ini, seperti belum optimalnya dampak TKDD dalam menurunkan ketimpangan penyediaan layanan di daerah, pengelolaan APBD yang masih perlu dioptimalkan, dan local taxing power yang masih perlu ditingkatkan.

“Untuk itu, pengaturan UU HKPD fokus pada pemutakhiran kebijakan TKDD berbasis kinerja, pengembangan sistem pajak daerah yang efisien, perluasan skema pembiayaan daerah, peningkatan kualitas belanja daerah, dan harmonisasi belanja pusat dan daerah,” jelas Fathan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version