Menu
in ,

Mayoritas Peserta PPS WP Berharta Rp 10 M ke Bawah

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, jumlah Wajib Pajak yang mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) semakin bertambah. Hingga 23 Juni 2022, sudah ada 121.996 Wajib Pajak yang mengikuti PPS dengan 148.279 surat keterangan. Dari sejumlah itu, mayoritas peserta berasal dari Wajib Pajak orang pribadi dengan harta Rp 10 miliar ke bawah. Sri Mulyani mengajak Wajib Pajak lain untuk segera mengikuti PPS karena akan berakhir 30 Juni 2022 atau sekitar satu minggu lagi.

“Mayoritas peserta PPS orang pribadi adalah mereka dengan harta Rp 10 miliar ke bawah. Nah, di kelompok ini, yang paling banyak melaporkan adalah mereka dengan harta sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar, yaitu sebanyak 52.206 atau mencakup 43,32 persen,” ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), yang disiarkan secara virtual (23/6).

Ia memerinci, Wajib Pajak dengan total harta Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar yang mengikuti PPS tercatat 14.389 atau sekitar 11,94 persen dari total peserta. Kemudian, Wajib Pajak dengan harta Rp 10 juta hingga Rp 100 juta tercatat 2.921 atau 2,42 persen, sementara Wajib Pajak berharta di bawah Rp 10 juta tercatat 12.183 atau 10,11 persen dari total peserta PPS.

“Para Wajib Pajak dengan harta di atas Rp 10 miliar yang mengikuti PPS pun juga cukup banyak, ada sekitar 34.066 Wajib Pajak dengan harta Rp 10 miliar hingga Rp 100 miliar. Ini setara 28,27 persen dari total peserta. Nah, disusul dengan 4.465 Wajib Pajak dengan harta kisaran Rp 100 miliar hingga Rp 1 triliun, atau mencakup 3,71 persen dari peserta. Kita lihat lagi 262 Wajib Pajak dengan harta Rp 1 triliun hingga Rp 10 triliun. Sedangkan Wajib Pajak dengan harta Rp 10 triliun ke atas hanya tercatat 10 peserta saja atau 0,01 persen dari total peserta PPS,” ungkap Sri Mulyani.

Ia juga menyebutkan, sebanyak 45 persen dari peserta PPS adalah pegawai, 34,1 persen berasal dari sektor perdagangan besar dan eceran; 8,8 persen jasa perorangan lainnya; 3,3 persen pengolahan; 1,8 persen di jasa profesional; dan 7 persen di sektor lain.

Adapun Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima negara dari PPS telah mencapai Rp 28,02 triliun hingga 23 Juni 2022, dengan total nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp 278,45 triliun.

“Harta yang dideklarasikan tersebut terdiri dari Rp 243,02 triliun deklarasi dalam negeri dan repatriasi Rp 23,31 triliun harta di luar negeri dan Rp 12,52 triliun investasi. Jadi nilai harta bersih yang dideklarasikan mencapai Rp 278,45 triliun, sehingga jumlah PPh yang terkumpul sudah mencapai Rp 28,02 triliun,” ungkap Sri Mulyani.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pajak Suryo Utomo menambahkan, PPh yang dapat dihimpun DJP dari PPS bertambah menjadi Rp 30 triliun per 23 Juni 2022 pukul 17.00 WIB. Ia mengakui, tren kenaikan peserta PPS terjadi jelang masa berakhirnya program.

“Saya update, terakhir barusan diinformasikan jam 5 (sore) tadi sudah Rp 30 triliun kita dapatkan pajak penghasilan yang dibayarkan untuk PPS ini.  Kami kembali mengimbau bagi Wajib Pajak, masyarakat semua, yang masih memiliki harta yang belum diungkapkan untuk segera dilaporkan. Kami sangat mengharapkan di sisa waktu ini masyarakat lebih tertarik untuk menggunakan PPS sebelum batas waktu berakhir,” kata Suryo.

Sebelumnya, ia juga mengingatkan supaya Wajib Pajak dapat menyampaikan harta dengan sebenarnya. Sebab, setelah PPS berakhir, DJP akan menindaklanjuti data dan informasi yang diterima Wajib Pajak itu. Tindak lanjut yang dilakukan, baik melalui pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum.

Di sisi lain, DJP memastikan, memiliki pelbagai data dan informasi yang semakin komprehensif, baik dari lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri melalui program Automatic Exchange Of Information (AEOI). Selain itu, Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan difungsikan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax akan diimplementasikan di 2023. Jangan sampai Wajib Pajak menyesal karena akan mendapatkan sanksi atau denda pajak yang lebih besar, yakni hingga 200 persen.

“Bukan bermaksud menakut-nakuti, itu yang diatur dalam UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan), UU KUP (Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan). Ada dimensi kita melakukan edukasi, kami pilih siapa yang perlu diedukasi sebelum diawasi. (Sepanjang enam bulan Januari 2022-Mei 2022), kami lebih banyak melakukan encouraging untuk mengikuti program PPS. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan selama enam bulan ini untuk sementara waktu agak kami tahan,” ungkap Suryo dalam Talkshow PPS, (22/6).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version