Menu
in ,

Ketentuan Pajak Hiburan Berdasarkan UU HKPD

Pajak.com, Jakarta – Semenjak pemerintah melonggarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), konser musik atau beragam pertunjukan perlahan mulai kembali digelar. Salah satunya, konser musik yang digelar di Pekan Raya Jakarta (PRJ) pada pertengahan Juli 2022. Nah, konser musik merupakan salah salah satu kegiatan yang dikenakan pajak hiburan oleh pemerintah daerah (pemda). Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), kini pajak hiburan termasuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Apa itu pajak hiburan? Serta, apa saja jenis pajak hiburan dan berapa tarifnya? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan kebijakan baru yang tertuang dalam UU HKPD.

Apa itu pajak hiburan? 

Seperti yang telah disebutkan, pajak hiburan merupakan salah satu dari jenis pajak yang terintegrasi dalam PBJT. Selain pajak hiburan, PBJT menyantukan empat jenis pajak daerah lainnya yang berbasis pada konsumsi, yaitu pajak parkir, pajak hotel, pajak restoran, dan pajak penerangan jalan.

Apa saja objek pajak hiburan?

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 42 UU HKPD, pajak hiburan yang masuk dalam PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas suatu konsumsi atas jasa. Berikut objek pajak hiburan:
1, Jasa kesenian berbentuk film atau tontonan audio visual yang ditampilkan secara langsung di sebuah lokasi, seperti pegelaran kesenian, musik, tari, dan atau busana; kontes binaraga; dan kontes kecantikan.
2. Tambahan ruang lingkup lainnya, yakni rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana salju, wahana budaya, wahana pendidikan, wahana pemancingan, wahana permainan, agrowisata, kebun binatang, panti pijat, panti refleksi, karaoke, kelab malam, diskotek, dan mandi uap/spa.
3. Dikecualikan dari objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran pada acara pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan, dan pameran buku.

Berapa tarif pajak hiburan?

Pemungutan pajak daerah adalah wewenang dari pemda, baik provinsi/kabupaten/kota. Secara umum, tarif pajak hiburan atau PBJT ditetapkan secara seragam, yakni sebesar maksimum 10 persen. Namun demikian, pemda tetap diberikan ruang untuk menetapkan tarif pajak yang lebih tinggi pada jasa hiburan, seperti diskotek, kelab malam, karaoke, bar, atau mandi uap. Untuk jasa hiburan itu, UU HKPD memberi batasan tarif pajak paling tinggi 75 persen.

Misalnya, di DKI Jakarta, tarif pajak hiburan, antara lain sebagai berikut: 

1. Pertunjukan film di bioskop ditetapkan sebesar 10 persen.
2. Kontes kecantikan yang berkelas internasional sebesar 15 persen.
3. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, live music, dan sejenisnya sebesar 25 persen.
4. Panti pijat, mandi uap, spa, dan sejenisnya sebesar 35 persen.
5. Refleksi dan pusat kebugaran/fitness center sebesar 10 persen.

Dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) Juni 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, realisasi penerimaan pajak hiburan tercatat tumbuh 196,93 persen sejak Januari hingga April 2022. Hal ini menandakan kondisi COVID-19 di Indonesia telah membaik dan konsumsi masyarakat kembali pulih. Selain pajak hiburan, pajak hotel juga tumbuh 83,06 persen, pajak parkir 37,31 persen, dan pajak restoran 37,29 persen.

“Pemerintah daerah mulai mendapatkan lagi penerimaan daerahnya. Ini tentu kita harapkan semakin membaik dengan kegiatan ekonomi yang mulai pulih. Kita bisa lihat dari penerimaan pajak daerah dari Januari sampai April 2022 tercatat senilai Rp 51,86 triliun. Penerimaan ini mengalami peningkatan 2,7 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu senilai Rp 50,49 triliun,” ungkap Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version