in ,

Kepastian Pajak Atas Aset Kripto di Indonesia, Bakal Tarik Minat Investor

Pajak Atas Aset Kripto
FOTO: IST

Kepastian Pajak Atas Aset Kripto di Indonesia, Bakal Tarik Minat Investor

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022, resmi mengatur pajak atas transaksi aset kripto. Kebijakan ini muncul di tengah tren meningkatnya popularitas investasi aset kripto di Tanah Air. Tax Compliance and Audit Advisor TaxPrime Januar Ponco, menjelaskan bahwa PMK ini telah memberikan kejelasan mengenai pajak atas aset kripto, yang sebelumnya belum diatur secara spesifik.

“Jadi sebetulnya kalau misalnya tidak ada PMK ini, ketika kripto itu kita anggap sebagai aset, meskipun asetnya tadi intangible, ya tidak berwujud asetnya, cara ngitung pajaknya masuk ke pajak penghasilan capital gain,” jelas Ponco kepada Pajak.com dikutip pada (25/11).

Sebelum terbitnya PMK ini, transaksi kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif progresif yang berlaku untuk individu, yaitu antara 5 persen hingga 35 persen. Ponco memberikan contoh yang menunjukkan perbedaan signifikan antara pajak untuk aset kripto dan saham.

Baca Juga  Langkah-Langkah Atasi Kendala Akses ”Core Tax” Melalui Internet

Misalnya, jika seseorang membeli aset kripto senilai Rp 100 juta dan nilai investasinya naik menjadi Rp 600 juta, ia memperoleh keuntungan Rp 500 juta. “Kalau perorangan, kena pajak 35 persen itu kan besar sekali,” ujar Ponco. Sebaliknya, keuntungan dari transaksi saham hanya dikenakan pajak sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi penjualan.

Perbedaan yang cukup besar ini, menurut Ponco, menjadi salah satu alasan mengapa PMK Nomor 68 Tahun 2022 diterbitkan. Aturan baru ini menyamakan tarif PPh atas keuntungan dari transaksi aset kripto dengan saham, yaitu sebesar 0,1 persen. Selain itu, aturan ini juga mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11 persen untuk setiap transaksi kripto.

“Yang di PPh-nya itu, kita cuma bayar 0,1 persen, sama dengan saham. Jadi sekarang ini aset kripto, kira-kira sama dengan saham,” jelasnya.

Baca Juga  Optimalkan Penerimaan Pajak, Kanwil DJP Jaksus Sepakati Lelang Barang Sitaan Serentak

Dalam kesempatan tersebut, Ponco menegaskan bahwa tujuan utama dari PMK ini adalah kepastian hukum. “Ini lebih kepada kepastian hukum atas transaksi aset kripto. Sebelumnya, keuntungan dari aset kripto dikenakan pajak Pasal 17, yang tarifnya untuk individu bisa sampai 35 persen. Tarif ini sangat tinggi dan membuat aset kripto kurang menarik di Indonesia,” jelas Ponco.

Kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi para pelaku investasi aset kripto di Indonesia. Dalam aturan ini, kerugian dari transaksi kripto pun tidak diperhitungkan karena pajak final yang dikenakan sebesar 0,1 persen dianggap sudah net.

“Keadilan, asas keadilan, karena kalau misalnya saham yang transaksinya trading itu mirip-mirip kayak aset kripto, itu aturannya udah jelas bahwa atas penjualan saham itu kena PPh 0,1 persen final. Terus kalau rugi tidak boleh diperhitungkan,” tambahnya.

Baca Juga  Bertugas Bantu Lapor SPT Tahunan, Kanwil DJP Bali Minta Renjani Jaga Kerahasiaan Data Wajib Pajak!

Di sisi lain, kebijakan ini juga menjadi langkah strategis pemerintah untuk menjadikan ekosistem aset kripto Indonesia lebih menarik di mata investor global. “Kalau kita tidak memperbaiki aturan ini (sebelum PMK 68/2022 terbit) nanti mungkin transaksi kripto jadi tidak menarik kalau di Indonesia,” ujar Ponco.

Adapun, menurut Ponco kebijakan ini juga didorong oleh tren pertumbuhan aset digital yang pesat di dunia. Saat ini, berbagai negara berlomba-lomba menarik minat investor dengan memberikan insentif dan regulasi yang jelas untuk kripto. Dengan terbitnya PMK 68/2022, pemerintah berharap bahwa ekosistem aset kripto di Tanah Air dapat bersaing dengan negara- negara lain dan menjadi lebih menarik di mata investor internasional.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *