in ,

Kalender Pajak Februari 2025: Awasi Tenggat Waktu, Hindari ‘Surat Cinta’ dari Petugas Pajak

Kalender Pajak Februari 2025
FOTO/ILUSTRASI: Muhammad Ikhsan Jamaludin

Kalender Pajak Februari 2025: Awasi Tenggat Waktu, Hindari ‘Surat Cinta’ dari Petugas Pajak

Pajak.comJakarta – Februari dikenal sebagai bulan penuh kasih sayang, saat orang-orang berbagi momen istimewa dengan orang terkasih. Namun, di sisi lain, bulan ini juga membawa tanggung jawab bagi para Wajib Pajak yang harus memenuhi tenggat waktu kewajiban mereka. Jika kewajiban tersebut terlewat, bisa-bisa “surat cinta” dari petugas pajak yang akan tiba di alamat Anda—bukan sebagai ungkapan kasih, melainkan teguran atas kelalaian dalam melaporkan dan membayar pajak. Untuk itu, Pajak.com akan memberikan panduan tanggal-tanggal penting tentang batas akhir pelaporan dan pembayaran pajak, agar masyarakat dapat mematuhi tenggat waktu dengan baik. Kalender pajak Februari 2025 mencakup berbagai jenis pajak, mulai dari Pajak Penghasilan (PPh) hingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang harus diselesaikan tepat waktu demi meningkatkan kepatuhan dan menghindari sanksi.

17 Februari 

Wajib Pajak perlu memerhatikan bahwa batas waktu baru telah ditetapkan untuk penyetoran dan pembayaran berbagai jenis PPh. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024), yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025, pemerintah menetapkan batas waktu seragam untuk semua jenis PPh, yaitu tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Baca Juga  Soroti Perpanjangan Tarif PPh Final 0,5 Persen UMKM, KADIN Jakarta Usulkan Hal Ini

Namun, khusus untuk Februari 2025, batas waktu tersebut diundur menjadi 17 Februari karena bertepatan dengan hari libur. Meskipun diberikan perpanjangan waktu, para Wajib Pajak diimbau untuk tidak menunda penyetoran agar terhindar dari sanksi keterlambatan.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 94 PMK 81/2024, yang mencakup berbagai jenis penyetoran dan pembayaran PPh, seperti PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh migas, serta PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean. Selain itu, ketentuan ini juga mencakup PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri, Bea Meterai, dan Pajak Karbon.

20 Februari

Selain penyetoran, Wajib Pajak juga harus memerhatikan tanggal 20 Februari sebagai batas akhir untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh. Pelaporan ini meliputi berbagai jenis PPh, termasuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan lainnya, yang wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan. Meskipun penyetoran pajak dilakukan sebelum tanggal 17, pelaporan SPT Masa harus tetap dipenuhi tepat waktu agar seluruh kewajiban perpajakan berjalan sesuai aturan.

Baca Juga  Indonesia Adopsi Pajak Minimum Global, TaxPrime Beri Strategi Optimalkan Insentif Fiskal

28 Februari

Batas akhir untuk pembayaran dan pelaporan PPN jatuh pada tanggal 28 Februari. Wajib Pajak yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan untuk melaporkan dan membayar PPN atas transaksi yang dilakukan pada bulan sebelumnya. Terbaru, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak telah mengeluarkan Perdirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 (PER 1/2025) yang memberikan penjelasan mengenai penerbitan faktur pajak setelah implementasi PMK 131/2024. Aturan ini memberikan kelonggaran bagi PKP terkait penerbitan faktur yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain sesuai dengan ketentuan baru.

Melalui PER 1/2025, disebutkan bahwa jika PKP menerbitkan faktur pajak dengan tarif 11 persen dan mencantumkan DPP penuh, faktur tersebut dianggap sudah memenuhi syarat, sehingga tidak perlu dilakukan penyesuaian meski semula menggunakan tarif 12 persen. Ketentuan ini berlaku untuk faktur yang diterbitkan sejak 1 Januari 2025 hingga 31 Maret 2025. Namun, jika ada kelebihan pemungutan akibat penerapan tarif 12 persen, pihak yang dikenakan pajak dapat mengajukan pengembalian kepada PKP penjual, yang kemudian harus melakukan pembetulan atau penggantian faktur sesuai ketentuan yang berlaku.

Baca Juga  “Update”! DJP Lakukan 6 Penyempurnaan “Core Tax”

Di sisi lain, DJP memberikan opsi bagi Wajib Pajak tertentu untuk menggunakan e-Faktur Desktop. DJP menyatakan kalau penggunaan e-Faktur Desktop ini bersifat opsional, dan Wajib Pajak yang lebih memilih untuk menggunakan core tax tetap diperbolehkan. Sistem e-Faktur Desktop akan tetap berlaku hingga  core tax dapat berfungsi dengan stabil.

Perlu dicatat bahwa opsi penggunaan e-Faktur Desktop ini hanya berlaku untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, seperti yang menerbitkan lebih dari 10.000 faktur pajak dalam satu bulan. Kriteria ini akan segera diatur melalui Keputusan Dirjen Pajak, yang juga akan mencakup daftar Wajib Pajak yang memenuhi syarat untuk menggunakan saluran tambahan ini. Tak hanya itu, DJP juga tengah menyiapkan Perdirjen Pajak yang mengatur kelonggaran dalam pembuatan faktur pajak, sebagai kompensasi atas transisi ke sistem core tax  yang selama ini masih sering terkendala.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *