Menu
in ,

KADIN: Segera Ikut PPS, DJP Punya Data Komprehensif

Pajak.com, Jakarta – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Suryadi Sasmita mengajak para pengusaha untuk segera mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang akan berakhir 30 Juni 2022. Ia mengingatkan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki data dan informasi yang semakin komprehensif, baik dari lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri melalui program Automatic Exchange Of Information (AEOI). Selain itu, Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan difungsikan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax akan diimplementasikan di 2023.

“Saya minta pengusaha dan nonpengusaha, marilah kita selesaikan selama kita masih hidup. Banyak pengusaha yang kita berikan (sosialisasi), ‘You, jangan memberikan bom waktu ke anak cucu, mending sekarang beresin. Kalau you tidak beresin sekarang, anak cucu kita yang akan kena. Jangan kasih bencana’. Saya juga jelaskan kepada pengusaha, bahwa sistem pajak sampai 2023, jauh lebih komprehensif, bahkan mungkin bisa sempurna, setiap pergerakan transaksi orang itu akan bisa tercatat. Mereka (pengusaha) pikir sistemnya kaya dulu-dulu saja. Contoh, ada teman telepon, ‘Pak Sur, rumah saya di Melbourne atas nama istri. Istri saya enggak ada NPWP, kok bisa ketahuan?’. Nah ini, saya sampaikan untuk laporkan di PPS kalau enggak mau denda 200 persen,” ungkap Suryadi dalam Talk Show PPS: Apa dan Bagaimana Setelah PPS, yang disiarkan secara virtual (22/6).

Ia menegaskan, PPS bukan jebakan batman. PPS merupakan kesempatan bagi Wajib Pajak yang belum menunaikan kewajiban perpajakannya secara penuh. Jangan sampai pengusaha menyesal karena akan mendapatkan sanksi atau denda pajak yang lebih besar.

“Saya ikut tax amnesty jilid I. Pada saat itu banyak orang yang beranggapan itu jebakan batman, sehingga yang ikut juga tidak sesuai dengan apa yang kita perkirakan, meskipun hasilnya cukup baik. Target kita (KADIN Indonesia) waktu itu tiga juta lebih (peserta). Nah, setelah itu berjalan, tidak terjadi masalah di tahun pertama dan kedua (setelah tax amnesty jilid I). Barulah di tahun ketiga dan keempat, KADIN dan Apindo menerima masukan dari ratusan pengusaha yang meminta diadakan lagi tax amnesty jilid II. Artinya, PPS ini suatu hadiah kepada pengusaha, tapi masih banyak yang tidak melihat ini sebagai suatu hadiah atau kesempatan. Saya jadi aneh. Padahal kalau kita sudah terbuka semua, kita tidak usah takut. DJP itu tidak akan membuat satu orang itu dibikin masalah. DJP tidak akan bikin-bikin masalah,” kata Suryadi, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Dengan demikian, KADIN Indonesia dan Apindo memiliki tanggung jawab untuk meluruskan persepsi pengusaha yang keliru. Asosiasi harus berupaya agar PPS berhasil, baik dari segi harta yang dideklarasikan, jumlah pengusaha yang ikut, maupun peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.

“Berdasarkan data DJP, nilai harta bersih yang dideklarasikan oleh Wajib Pajak melalui PPS per 22 Juni 2022 mencapai Rp 254,52 triliun. Hasilnya saya masih belum puas, target kita kalau bisa Rp 1.000 triliun. Kan, masih jauh sekali. PPS ini jangan sampai gagal. Pengusaha, yang minta, tapi saat dikasih, enggak mau ikut, kita yang gagal. Maka dari itu, pengusaha dan nonpengusaha, mari ikut PPS, kita selesaikan, ” kata Suryadi.

Ia mengatakan, PPS masih dapat diikuti oleh Wajib Pajak dengan cara menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) paling lambat pada akhir 30 Juni 2022.

“PPS dapat diikuti oleh peserta tax amnesty (jilid I) yang belum sepenuhnya mengungkapkan harta ketika tax amnesty diselenggarakan dan Wajib Pajak orang pribadi yang belum sepenuhnya mengungkapkan harta perolehan 2016 hingga 2020 dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) 2020,” jelas Suryadi.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version