Menu
in ,

Jokowi Instruksikan untuk Optimalkan Penerimaan Pajak

Jokowi Instruksikan untuk

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan jajarannya untuk terus mengoptimalkan penerimaan perpajakan. Peningkatan penerimaan diperlukan agar pemerintah dapat menurunkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

“Tahun depan kita akan memulai lagi ketentuan sesuai regulasi defisit di bawah tiga persen (terhadap) PDB. Karena itu, perencanaan harus betul-betul rinci, perencanaan harus betul-betul detail, harus betul-betul tepat. Lakukan penajaman belanja sehingga kualitas belanja semakin baik, semakin meningkat. Optimalkan penerimaan perpajakan,” jelas Jokowi dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrembangnas) 2022, dikutip Pajak.com (29/4).

Di sisi lain, ia menyadari, APBN 2023 masih akan menghadapi berbagai tantangan, seperti pandemi COVID-19 dan gejolak ekonomi global akibat operasi militer khusus Rusia ke Ukraina.

“Undang-undang telah memerintahkan penurunan defisit di bawah 3 persen pada 2023. Dengan target penurunan defisit itu mengingatkan agar langkah konsolidasi fiskal setelah pandemi COVID-19 dilakukan secara proporsional,” ujar Jokowi.

Dalam sidang kabinet dengan pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merancang defisit anggaran berada pada kisaran Rp 562,6 triliun—Rp 596,7 triliun atau 2,81 persen—2,95 persen PDB. Pendapatan negara 2023 direncanakan senilai Rp 2.255,5 triliun—Rp 2.382,6 triliun, sedangkan belanja negara Rp 2.818,1 triliun—Rp 2.979,3 triliun. Komponen pendapatan negara, antara lain bersumber dari penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp 1.265 triliun, bea dan cukai mencapai Rp 243,9 triliun, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 333,2 triliun.

“Pemerintah berkomitmen menjalankan komitmen menyehatkan kembali APBN pada 2023, tetapi pada saat yang sama tetap mendukung pemulihan ekonomi dan program pembangunan nasional. Rancangan defisit APBN 2023 juga telah mempertimbangkan berbagai risiko yang akan terjadi pada tahun depan,” ungkap Sri Mulyani.

Hingga Maret 2022, realisasi pendapatan negara dari penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 322,5 triliun atau meningkat 41,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 228,1 triliun. Kemudian, realisasi dari bea dan cukai tercatat Rp 79,3 triliun atau meningkat 27,3 persen dibandingkan sebelumnya yang sebesar Rp 62,3 triliun. Berikutnya, realisasi PNBP tercatat sebesar Rp 99,1 triliun atau meningkat 11,8 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 88,6 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp 490,6 triliun per Maret 2022.

Besarnya pendapatan negara daripada belanja negara membuat Indonesia kembali mencapai surplus APBN pada Maret 2022 sebesar Rp 10,3 triliun atau setara dengan 0,06 persen terhadap PDB.

Sekilas mengulas, pemerintah terpaksa menaikkan defisit lebih dari 3 persen karena badai pandemi COVID-19 yang terjadi di awal tahun 2020. APBN 2020 yang dirancang tahun sebelumnya tidak memperhitungkan keadaan darurat kesehatan akibat pandemi, yaitu target pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 2.233,2 triliun, target belanja negara sebesar Rp 2.540,4 triliun, dan defisit anggaran hanya sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap PDB.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lantas melakukan perubahan APBN. Pada April 2020, terbit UU Nomor 2 Tahun 2020 dan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020, target pendapatan negara turun menjadi Rp 1.760,8 triliun, sedangkan anggaran belanja bertambah menjadi Rp 2.613,8 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran melebar menjadi 5,07 persen terhadap PDB. Regulasi itu memperbolehkan batasan defisit anggaran yang bisa melampaui 3 persen dari PDB, namun berlaku paling lama sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022. Kala itu, pemerintah dan DPR memperkirakan pandemi yang membebani keuangan negara akan bisa diatasi dalam waktu tiga tahun anggaran, yakni 2020—2022.

Pada Juli 2020, perubahan kedua atas APBN 2020 kembali terjadi. Melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2020, target pendapatan negara kembali diturunkan menjadi Rp 1.699,9 triliun, sedangkan anggaran belanja meningkat menjadi Rp 2.739,1 triliun. Akibatnya, defisit melebar lagi menjadi Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB.

Realisasi pendapatan negara hingga akhir tahun 2020 hanya sebesar Rp 1.647,8 triliun atau 96,9 persen, sedangkan realisasi belanja negara sebesar Rp 2.595,5 triliun atau 94,8 persen. Belanja negara, antara lain untuk penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu. Defisit anggaran tercatat Rp 947,7 triliun atau 5,78 persen dari PDB di tahun 2020.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version