Jangan Keliru! Ini Perbedaan Penghapusan NPWP dan Status NPWP Non-Efektif
Pajak.com, Jakarta – Wajib Pajak berhak mengajukan penghapusan atau permohonan status Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) non-efektif ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Namun, Wajib Pajak perlu memahami perbedaan keduanya agar tidak mengalami kekeliruan. Oleh karena itu, DJP memberi penjelasannya melalui konten video di Instagram resmi Kantor Pusat DJP (@ditjenpajakri) yang berkolaborasi dengan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Sengkang (@pajaksengkang).
“Ini bapak sudah pensiun, tidak punya usaha juga. Terus bagaimana NPWP-nya?,” demikian kata Wajib Pajak dalam video tersebut, dikutip Pajak.com, (11/11).
Wajib Pajak tersebut pun langsung menyambangi KP2KP Sengkang untuk diberikan penjelasan secara komprehensif. Setelah berkonsultasi, petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) KP2KP Sengkang itu menjelaskan perbedaan penghapusan NPWP dan status NPWP non-efektif.
“Penghapusan NPWP adalah tindakan penghapusan NPWP dalam sistem administrasi DJP. Beberapa hal yang menyebabkan NPWP dihapuskan, yaitu Wajib Pajak orang pribadi meninggal dan tidak memiliki warisan, Wajib Pajak orang pribadi meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, Wajib Pajak orang pribadi memiliki lebih dari 1 NPWP atau NPWP ganda, wanita kawin yang sudah memiliki NPWP namun menghendaki untuk menggabungnya ke NPWP suami,” jelas petugas KP2KP Sengkang ini.
Sementara itu, NPWP non-efektif adalah status yang diberikan ketika seorang Wajib Pajak untuk sementara waktu tidak memiliki penghasilan/kegiatan usaha; atau memiliki pendapatan, namun di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu di bawah Rp 4,5 juta per bulan—sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Serta beberapa penyebab lainnya yang tercantum dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020. Baik, kalau begitu bapak mengajukan NPWP non-efektif, ya,” tambah petugas KP2KP Sengkang itu.
Adapun syarat diajukannya NPWP non-efektif lainnya adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang telah dibuktikan menjadi subjek pajak luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
- Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan;
- Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT tahunan dan/atau tidak ada transaksi pembayaran pajak, baik melalui pembayaran sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut;
- Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan mengenai kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP;
- Wajib Pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan penelitian lapangan;
- Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri; dan
- Instansi pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak, namun belum dilakukan penghapusan NPWP; atau
- Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.
DJP menambahkan, status NPWP non-efektif membuat Wajib Pajak tidak perlu melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. NPWP bisa digunakan kembali bila Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan kembali.
Comments