in ,

Indonesia Kehilangan Devisa Rp 63,5 Triliun Karena Doyan Impor LPG

Indonesia Impor LPG
FOTO: IST

Indonesia Kehilangan Devisa Rp 63,5 Triliun Karena Doyan Impor LPG

Pajak.com, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Hal ini membuat negara kehilangan devisa dalam jumlah besar, mencapai Rp 63,5 triliun per tahun pada 2023.

Dalam paparannya, Bahlil menjelaskan bahwa konsumsi LPG bersubsidi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 8,05 juta ton, sementara konsumsi LPG non-subsidi hanya 0,66 juta ton. Namun, produksi LPG nasional hanya sebesar 1,98 juta ton, sehingga Indonesia harus mengimpor sekitar 6,9 juta ton LPG.

“Industri LPG kita, itu hanya 1,7 juta ton. Selebihnya kita impor, jadi impor kita 6 sampai 7 juta ton,” jelas Bahlil dalam acara Repnas National Conference & Awarding Night di Jakarta, Senin (14/10).

Baca Juga  Sri Mulyani Tetapkan PMK 131/2024 Tentang PPN 12 Persen untuk Barang Mewah

“Maka program kedepannya yang kita lakukan adalah kita segera membangun industri gas untuk kualitas gas yang bisa dikonversi ke LPG tentang C3 C4. Saya sudah hitung dengan SKK Migas dan Pertamina ada kurang lebih sekitar 1,5 juta sampai 2 juta ton yang bisa kita lakukan. Dan sisanya apa? Kita bikin jargas (Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil),” tambahnya.

Bahlil juga menekankan pentingnya pengembangan jaringan gas (jargas) untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG. “Kalau tidak nanti impor lagi, impor lagi, impor lagi, lama-lama mati dengan impor kita,” imbuhnya.

Menurutnya, jika jaringan gas tidak segera dibangun, Indonesia akan terus bergantung pada impor. Saat ini, cakupan jaringan gas di Jawa Timur baru mencapai 6 persen, di Jawa Barat 4 persen, dan di Jawa Tengah hanya 2 persen.

Baca Juga  KAI Tegaskan Tiket Kereta Api Tidak Dikenakan PPN 12 Persen

Selain itu, subsidi LPG yang diberikan oleh pemerintah setiap tahunnya juga sangat besar, berkisar antara Rp 60 hingga Rp 80 triliun. Bahlil menyoroti harga LPG yang saat ini mencapai Rp 18.000 per kilogram, namun masyarakat hanya membayar sekitar Rp 5.700 hingga Rp 6.000 per kilogram.

“Harga gas sekarang per kilo Rp 18.000, tapi kita rakyat beli tidak lebih dari Rp 6.000- Rp 5.700 (per kilogram), kalau nambah nambah dikit itu ada gerakan tambahan,” jelasnya.

Dia juga menekankan pentingnya hilirisasi untuk mengembangkan industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Hilirisasi dinilai akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang penting bagi Indonesia, khususnya dalam industri migas, mineral, dan sektor-sektor lainnya.

Baca Juga  Luhut: Penunggak Pajak Bakal Sulit Urus Paspor hingga Administrasi Lainnya

“Apa yang harus dilakukan? Hilirisasi. Hilirisasi harus kita lakukan,” jelasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *