Menu
in ,

G20 Sepakati Implementasi Pajak Minimum Global di 2023

G20 Sepakati Implementasi Pajak Minimum Global di 2023

FOTO: Sri Mulyani G20

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, anggota G20 telah menyepakati pajak minimum global (global minimum tax) dapat diimplementasikan pada 2023 mendatang. Hal ini merupakan hasil dari pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) di Presidensi G20 Indonesia.

Sri Mulyani menjelaskan, pajak minimum global merupakan Pilar Dua dari solusi sistem pajak internasional yang telah digulirkan Organisation Economic Co-operation and Development (OECD). Pilar itu untuk mengatasi isu hilangnya potensi pajak akibat digitalisasi dan globalisasi based erosion and profit shifting (BEPS), tax avoidance, serta tax evasion.

“Dalam pertemuan kali ini disepakati untuk Pilar Dua, menghindarkan global antibased erotion model bisa dijalankan sebagai suatu kebijakan yang efektif pada tahun 2023. Dalam aturan ini, perusahaan multinasional dikenai pajak minimum 15 persen,” jelas Direktur Pelaksana Bank Dunia 2010–2016 ini dalam konferensi pers virtual, (18/2).

Dengan demikian, kesepakatan ini memungkinkan perusahaan raksasa, seperti Apple, Microsoft, Amazon, hingga Google tidak bisa lagi menghindari pajak dengan mendirikan perusahaan di yurisdiksi pajak rendah.

“Masing-masing negara akan mendapat haknya karena telah melakukan pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba dari perusahaan multinasional. Pertemuan kali ini menyepakati bahwa sesudah prinsip itu dicapai, maka dilakukan monitoring untuk pelaksanaannya,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, topik perpajakan global menjadi salah satu isu yang pembahasannya berjalan lancar dalam Presidensi G20. Meskipun tidak dipungkiri adanya perbedaan pendapat dari beberapa negara.

“Terutama soal pajak digital yang masuk dalam Pilar Satu sistem perpajakan global. Pajak digital jadi isu yang sangat tegang di antara negara G20 maupun di seluruh dunia. Dan telah disepakati mekanisme perpajakan, terutama yang menyangkut sektor digital yang bergerak secara global,” ungkap Sri Mulyani.

Di sisi lain, dalam Forum FMCBG ini Indonesia juga mengajak para pemimpin dunia membentuk dana kesehatan global guna mengantisipasi datangnya pandemi di masa datang. Indonesia meyakini, COVID-19 bukan pandemi terakhir yang akan dihadapi dunia.

“Belajar dari serangan COVID-19, kepala negara di dunia harus lebih sigap menghadapi pandemi selanjutnya. Saat dunia masih berjuang menangani COVID-19, satu realita yang mengejutkan adalah ini tidak akan menjadi pandemi terakhir yang akan dihadapi. Presidensi G20 Indonesia menggarisbawahi pentingnya kerja sama global untuk mengatasi pandemi yang ada saat ini dan mempersiapkan diri untuk pandemi di masa yang akan datang,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, Indonesia mendorong kerja sama global terkait transparansi dan pertukaran informasi atau exchange of information (EOI). Dirjen Pajak Suryo Utomo menyampaikan, dorongan kerja sama ini penting diberikan karena transparansi dan EOI akan mempercepat mobilisasi, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak di setiap negara, terutama pada masa pemulihan ekonomi akibat pandemi.

“Indonesia mengajak negara-negara di Asia untuk ikut bergabung ke dalam Asia Initiative dan mendapatkan manfaat dari kerja sama di bidang transparansi perpajakan dan EOI,” kata Suryo.

Sebagai informasi, peluncuran Asia Initiative telah dilaksanakan pada acara Plenary Meeting of the Global Forum pada 17 November 2021 lalu. Di forum itu,  hadir pemimpin otoritas pajak dari 5 negara Asia anggota G20—termasuk Indonesia; perwakilan Global Forum; pemimpin otoritas pajak dari 13 negara Asia anggota Global Forum; dan beberapa lembaga internasional, seperti Asian Development Bank (ADB) dan World Bank.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version