Menu
in ,

DPR: Target Penerimaan Pajak 2023 Masih Rendah

Pajak.com, Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah menilai, target penerimaan pajak di tahun 2023 masih rendah, yakni berkisar 9,3 persen hingga 9,59 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 1.884,6 triliun sampai Rp 1.967,4 triliun. Padahal, ekosistem perpajakan telah didukung oleh Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Secara nominal memang naik (target penerimaan pajak pada APBN 2022 Rp 1.846,1 triliun), karena basis PDB-nya naik. Tapi dari persentase lebih rendah dengan dengan tahun 2017 hingga 2019 yang berada di kisaran 9,7 persen sampai dengan 10,24 persen. Kenyataan ini mengerdilkan UU HPP,” ujar Said dalam Rapat Kerja Banggar DPR Bersama Pemerintah, di Gedung DPR, yang juga disiarkan secara virtual (31/5).

Sekilas mengulas, apa tujuan disahkannya UU HPP? Mengutip situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dijelaskan, tujuan penyusunan UU HPP adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan, mendukung percepatan pemulihan ekonomi, dan mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Secara simultan, UU HPP juga dilahirkan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, perluasan pajak, serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Apa saja isi UU HPP? UU HPP terdiri dari sembilan bab yang memiliki beberapa cakupan pengaturan, di antaranya:

  1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pemerintah menambah fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi mulai tahun 2023.
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Per 1 April 2022 PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen.
  3. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlangsung 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
  4. Pajak karbon yang rencananya berlaku 1 Juli 2022.
  5. Pajak Penghasilan (PPh). Perubahan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) ditetapkan menjadi Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Sementara perubahan penghasilan kena pajak (PKP) adalah sebagai berikut:
  • Penghasilan sampai dengan Rp 60 juta (tarif Pajak Penghasilan/PPh final 5 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta (tarif PPh final 15 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta (tarif PPh final 25 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar (tarif PPh final 30 persen).
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar (tarif PPh final 35 persen).

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi, pemerintah menghargai pandangan dari DPR terkait pentingnya optimalisasi pendapatan negara, utamanya mendorong target perpajakan dapat tercapai dan rasio pajak dapat ditingkatkan.

“Salah satu tantangan mendasar dalam melakukan optimalisasi pendapatan negara adalah menciptakan terobosan kebijakan yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan dunia usaha. Berbagai terobosan kebijakan pendapatan negara yang akan dilakukan pada tahun 2023, yaitu melanjutkan penguatan reformasi, baik secara administrasi maupun regulasi,” ungkap Sri Mulyani.

Selain itu, ia menjelaskan, target penerimaan pajak telah memerhatikan dinamika dan tantangan perekonomian global dan domestik, antara lain meliputi inflasi, nilai tukar, harga minyak, dan kenaikan suku bunga. Selain itu, APBN harus didesain untuk memitigasi faktor ketidakpastian baru pada tahun depan, diantaranya dampak geopolitik antara Rusia dan Ukraina, adanya hubungan eskalasi yang meningkat antara Blok Barat dengan Rusia atau Tiongkok.

Namun, Sri Mulyani memastikan, DJP akan terus memperbaiki sistem administrasi, serta merancang kebijakan yang diarahkan untuk mendorong peningkatan pengawasan kegiatan penerimaan pajak berbasis pada data, teknologi, dan analisis risiko yang lebih komprehensif.

“Penguatan dari sisi regulasi ditempuh melalui penerapan Undang-Undang HPP secara efisien dan efektif, termasuk mempercepat penerbitan berbagai peraturan turunannya. Substansi Undang-Undang HPP menjadi basis hukum dalam reformasi perpajakan yang berkeadilan dan berpihak pada masyarakat yang lemah dan UMKM (usaha mikro kecil menengah),” ujar Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version