Menu
in ,

DJP Harus Lanjutkan Perbaikan Administrasi dan Kebijakan

DJP Harus Lanjutkan Perbaikan

FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melanjutkan pelbagai langkah perbaikan, baik dari sisi administrasi maupun kebijakan. DJP perlu menunjukkan kinerja yang optimal sejalan dengan agenda Reformasi Perpajakan Jilid III yang tengah berlangsung. Hal itu ia tegaskan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) DJP.

“Langkah perbaikan juga dapat menghindarkan DJP dari kerugian. DJP harus terus melakukan perbaikan. Kalau tidak melakukan perbaikan, hasil yang diperoleh sama saja dengan waktu-waktu yang lalu, maka DJP benar-benar dalam kerugian,” tulis Sri Mulyani dalam akun Instagram resmi DJP @ditjenpajakri, dikutip Pajak.com (1/6).

Ia memerinci, perbaikan yang harus terus dilakukan DJP, pertama, upaya untuk meningkatkan rasio pajak (tax ratio) secara berkelanjutan. Rasio pajak yang meningkat akan menciptakan ruang fiskal yang memadai untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat. DJP harus mengarahkan kebijakan pada upaya peningkatan rasio pajak serta penyesuaian target dan strategi pada 2023. Sebab, 2022 menjadi tahun terakhir defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkenankan berada diatas 3 persen. Hal ini merupakan amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Kedua, hal yang harus menjadi perhatian seluruh jajaran DJP adalah menjalankan Reformasi Perpajakan Jilid III. Sri Mulyani menegaskan, DJP harus melanjutkan pelbagai langkah reformasi yang bersifat fundamental di seluruh pilar.

Sekilas mengulas, apa saja pilar dalam Reformasi Perpajakan Jilid III? Reformasi Perpajakan Jilid III berlandaskan kepada lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), perbaikan proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, dan penyempurnaan regulasi. Dalam pilar teknologi informasi, misalnya, DJP sedang membangun Pembaruan Sistem Inti Perpajakan (PSIAP) atau core tax yang merubah sistem informasi administrasi perpajakan menjadi lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti. Secara simultan, DJP akan meningkatkan pelayanan melalui program 3C (Click, Call, Counter) untuk mengurangi cost of compliance Wajib Pajak dan menghindari praktik penghindaran pajak. Sementara pada pilar penyempurnaan regulasi, salah satu hasilnya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Ketiga, Sri Mulyani berpesan kepada seluruh unit vertikal DJP untuk mengenali seluruh stakeholder di daerahnya masing-masing dengan baik. Sebab, DJP harus selalu memberikan penanganan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik Wajib Pajak.

Keempat, Sri Mulyani juga menyinggung peran DJP selama pandemi COVID-19 yang tidak hanya sebagai penghimpun penerimaan pajak, tetapi juga mendukung penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi. Peran itu salah satunya dilakukan dengan memberikan pelbagai insentif pajak kepada masyarakat dan pelaku usaha. Disisi lain, DJP harus memastikan insentif pajak dapat dimanfaatkan secara tepat sasaran.

Kelima, Sri Mulyani mengingatkan DJP untuk senantiasa mengantisipasi setiap tantangan perekonomian. Kebijakan DJP harus mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian nasional.

“Implikasi terhadap penerimaan perpajakan juga perlu diperhitungkan. Sebagai policy maker, DJP harus senantiasa beradaptasi untuk mengantisipasi tantangan-tantangan perekonomian. Saya berharap DJP akan terus menjadi partner perekonomian yang dapat diandalkan dan senantiasa dipercaya. Karena bila pajak kuat, Indonesia akan maju,” ujar Sri Mulyani.

Di tahun 2022, DJP memproyeksi, mampu menghimpun penerimaan pajak mencapai Rp 1.450 triliun hingga Rp 1.485 triliun. Prediksi ini melebihi target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang sebesar Rp 1.265 triliun. Dengan demikian, penerimaan pajak pada tahun ini diproyeksikan lebih tinggi 14,6 persen hingga 17,4 persen dari target yang telah ditetapkan.

Hingga 26 Mei 2022, penerimaan pajak mencapai Rp 679,99 triliun atau 53,04 persen dari target APBN. Realisasi penerimaan itu, bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas sebesar Rp 416,48 triliun, PPh migas Rp 36,03 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 224,27 triliun, serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp 3,21 triliun.

Dalam dokumen APBN KiTa Mei 2022, sepanjang 2022 DJP akan melakukan kegiatan prioritas berupa program Pengawasan Pembayaran Masa (PPM), yang meliputi pengawasan pembayaran dan pelaporan, dinamisasi angsuran masa, pengawasan pemberian fasilitas, ekstensifikasi, pengawasan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Kegiatan prioritas lainnya, yakni program Pengujian Kepatuhan Material (PKM), diantaranya melalui pengawasan kebenaran material pelaporan dan pembayaran, pemeriksaan dan penagihan, serta penegakan hukum.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version