Menu
in ,

DJP Lakukan Penelitian Harta yang Diungkapkan

Pajak.com, Jakarta – Kepala Subdirektorat Perencanaan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Iis Mazhuri mengungkapkan, DJP akan melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dari Wajib Pajak peserta program Pengungkapan Sukarela (PPS). Untuk itu, DJP mengimbau kepada Wajib Pajak untuk melaporkan harta sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Wajib Pajak yang ikut PPS kebijakan II akan dilakukan penelitian oleh DJP. Jadi, semua Wajib Pajak itu akan diteliti SPPH-nya. Bila ditemukan adanya harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPPH, DJP dapat menerbitkan surat klarifikasi kepada Wajib pajak. Wajib pajak diberi kesempatan untuk merespons surat klarifikasi yang dikirimkan oleh DJP atau membayar PPh yang kurang dibayar,” ungkap Mazhuri dalam Talk Show PPS bertajuk Apa dan Bagaimana Setelah PPS, yang disiarkan secara virtual (22/6).

Ia mengungkapkan, DJP telah memiliki sistem yang mampu menelaah harta yang belum atau kurang diungkapkan oleh Wajib Pajak pada SPPH. Setiap Account Representative (AR) pada setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan melakukan penelitian terhadap SPPH.

Namun, Mazhuri memastikan, tindak lanjut penelitian akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila hasil klarifikasi menunjukkan harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam SPPH sudah sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, penelitian tidak akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan. Sebaliknya, jika harta pada SPPH tidak sesuai, Wajib pajak akan diusulkan untuk dikenai pemeriksaan data konkret atas harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH. Terhadap Wajib Pajak ini, DJP akan diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar disertai sanksi administrasinya.

“DJP juga melakukan penelitian atas harta yang akan direpatriasi oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak harus melakukan repatriasi harta paling lambat pada 30 September 2022. Bila kewajiban ini tidak terpenuhi, DJP dapat menerbitkan surat teguran. Bila surat teguran tidak ditanggapi, Wajib Pajak bisa diperiksa dan dikenai PPh (Pajak Penghasilan) final tambahan akibat kegagalan melakukan repatriasi,” jelas Mazhuri dalam paparannya.

Secara simultan, DJP juga akan melakukan penelitian atas kepatuhan Wajib Pajak dalam menginvestasikan harta yang dideklarasikan pada SPPH. Jika Wajib Pajak diketahui tidak memenuhi ketentuan investasi, DJP dapat melakukan pemeriksaan dan mengenakan PPh final tambahan atas kegagalan investasi oleh Wajib Pajak. Adapun ketentuan investasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021 tentang Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Dalam kesempatan yang sama, Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan, sebelum PPS, DJP telah memiliki pelbagai data untuk melaksanakan penelitian atas pengawasan kepatuhan formal dan kepatuhan material. Namun, saat ini DJP menahan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan itu untuk memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengikuti PPS.

Sebagai informasi, apa itu pengawasan kepatuhan material? Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 05 Tahun 2022, pengawasan kepatuhan material adalah pengawasan terhadap Wajib Pajak melalui penelitian kepatuhan formal yang jatuh tempo sebelum tahun pajak berjalan dan penelitian kepatuhan material, antara lain melalui kegiatan analisis data perpajakan atas tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan, serta kunjungan. 

Sementara, apa itu pengawasan kepatuhan formal? adalah suatu keadaan Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang yang berlaku. Secara lebih terperinci, kewajiban/ketentuan yang akan divalidasi dan dianalisis melalui kegiatan penelitian kepatuhan formal iru, antara lain terkait dengan hal-hal berikut:

  1. Ketepatan waktu untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  2. Ketepatan waktu pembayaran/penyetoran pajak.
  3. Ketepatan waktu dan/atau kelengkapan laporan pajak, yang meliputi: SPT Masa dan SPT Tahunan PPh; Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP); dan laporan lainnya.
  4. Angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.
  5. Layanan dan/atau fasilitas perpajakan yang diterima dan/atau dimiliki oleh Wajib Pajak.
  6. Kewajiban/ketentuan formal perpajakan lainnya.

“Kami memiliki basis data yang cukup lengkap, baik materialnya maupun kepatuhan-kepatuhan pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) Masa, SPT Tahunan, pengukuhan PKP, hingga pemanfaatan fasilitas. Tapi pengawasan akan dilaksanakan secara terencana dan terukur dengan disusunnya Daftar Prioritas Pengawasan (DPP). Ada prioritas-prioritasnya. Ada penerbitan surat teguran, STP, dan lain-lain. Dalam kesempatan khusus kami juga berkesempatan mengunjungi lokasi usaha Wajib Pajak,” ungkap Yudha.

Dengan berakhirnya PPS, maka seluruh proses itu akan kembali dilakukan, baik dalam hal pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum.

Apa itu DPP? DPP adalah daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan penelitian KPP pada tahun berjalan. Penelitian kepatuhan material dilakukan atas tahun pajak berjalan dan tahun pajak sebelumnya. Atas kewajiban perpajakan tahun pajak sebelumnya, penelitian kepatuhan material yang dilakukan adalah penelitian komprehensif.

Apa itu penelitian komprehensif? Penelitian komprehensif adalah penelitian kepatuhan material terhadap Wajib Pajak strategis melalui penelitian atas seluruh jenis pajak dengan cakupan penelitian, antara lain melalui analisis proses bisnis, analisis laporan keuangan, dan/atau analisis transfer pricing.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version