DJP – Kejaksaan Teken Kerja Sama, Perkuat Sinergi Penegakan Hukum Perpajakan
Pajak.com, Jakarta – Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara R. Narendra Jatna teken Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kejaksaan Indonesia, di Gedung Mar’ie Muhammad Kantor Pusat DJP, (1/10). Secara umum, PKS ini dilakukan untuk memperkuat sinergi penegakan hukum perpajakan.
“Penandatanganan perjanjian kerja sama ini dilaksanakan sebagai bentuk tindaklanjut dari MoU (memorandum of understanding) antara Kementerian Keuangan dengan Kejaksaan Indonesia pada tanggal 2 September 2020 tentang Koordinasi dalam Rangka Pelaksanaan Tugas dan Fungsi,” kata Suryo dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (2/10).
Ia memerinci bahwa ruang lingkup PKS ini, meliputi pemberian bantuan hukum oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam perkara perdata maupun tata usaha negara, pemberian pendapat hukum (legal opinion) dan/atau pendampingan hukum (legal assistance) dan/atau audit hukum (legal audit) di bidang perdata dan tata usaha negara, serta tindakan hukum lainnya.
Ia pun mengucapkan terima kasih kepada Kejaksaan Indonesia yang selama ini telah membantu dan memberikan pendampingan dalam membangun sistem core tax. Suryo berharap PKS ini dapat membantu seluruh pegawai DJP di lapangan agar koordinasi dan komunikasi dengan Kejaksaan Indonesia bisa berjalan dengan baik.
Menyambut hal itu, R. Narendra Jatna menyatakan bahwa Kejaksaan Indonesia siap mendukung DJP agar pemasukan penerimaan pajak bisa lebih banyak lagi.
Ia juga menyampaikan, core tax termasuk ke dalam Sistem Pengolahan Data Elektronik (SPDE) sehingga berada di dalam ranah perdata dan tata usaha negara.
Sebelumnya, sinergi telah terjalin antara Direktorat Penegakan Hukum DJP bersama Badan Diklat Kejaksaan Indonesia, serta aparat penegak hukum (APH) lainnya untuk menyelenggarakan Pelatihan Teknis Bersama Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Perpajakan pada 28 Juli 2023 lalu.
Pelatihan ini dilakukan untuk memitigasi banyaknya perbedaan penafsiran APH terhadap 2 peraturan utama, yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan dalam Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dengan demikian, diharapkan putusan peradilan tindak pidana perpajakan dapat semakin sesuai dengan konsep dan peraturan perpajakan agar dapat menyelamatkan kerugian negara.
Comments