in ,

Cegah Sengketa “Transfer Pricing” Hingga 15 Tahun, DJP ”Spill” Kunci Keberhasilan Pengajuan Skema APA

Kunci Keberhasilan Pengajuan Skema APA
FOTO: Tiga Dimensi dan Aprilia Hariani

Cegah Sengketa “Transfer Pricing” Hingga 15 Tahun, DJP ”Spill” Kunci Keberhasilan Pengajuan Skema APA

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berupaya memberikan kepastian hukum kepada perusahaan melalui skema Advance Pricing Agreement (APA) karena dapat mencegah sengketa transfer pricing hingga 15 tahun. Analis Senior Transfer Pricing dan MAP/APA Direktorat Perpajakan Internasional DJP Dinar Ayu Adeline pun membeberkan kunci keberhasilan pengajuan skema APA.

Dinar menjelaskan bahwa pengajuan APA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. Dalam regulasi itu, APA didefinisikan sebagai perjanjian tertulis antara direktur jenderal pajak dan Wajib Pajak atau otoritas pajak mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (PPh) untuk menyepakati kriteria dalam penentuan harga transfer dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar di muka.

”Wajib Pajak bisa mengajukan APA kepada kami, baik unilateral, bilateral, atau multilateral. Kalau bilateral dan multilateral, nanti kami akan berunding dengan Wajib Pajak negara mitra P3B untuk menyepakati transfer pricing yang dimohonkan, apakah sudah sesuai dengan PKKU [Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha] atau belum. Kami punya pengalaman menangani Wajib Pajak yang mengajukan APA multilateral karena dia melakukan transaksi ke sekitar 50 negara,” ungkap Dinar pada seminar yang digelar TaxPrime bertajuk ”Enhancing Business and Investment Sustainability: Effective Transfer Pricing Dispute Prevention, Resolution, and Strategic Optimization of Fiscal Facilitie”s, di Financial Hall, Graha CIMB Niaga, Jakarta, dikutip Pajak.com, (27/2).

Ia menyebut bahwa APA memberi kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang melaksanakan transaksi hubungan istimewa atau afiliasinya, sehingga memitigasi adanya sengketa transfer pricing yang berulang. Dinar menyebut, selama 15 tahun masa pajak yang bisa dicakup dalam APA atau tidak dilakukan koreksi oleh DJP—sepanjang Wajib Pajak melaksanakan kesepakatan dalam APA.

”Selama 5 tahun ke depan dan 5 tahun ke belakang (rollback). Lalu, ada opsi perpanjangan hingga 5 tahun berikutnya setelah masa berlaku APA berakhir,” imbuh Dinar.

Kunci Keberhasilan Pengajuan Skema APA

Dinar menekankan, kunci keberhasilan pengajuan skema APA adalah memenuhi syarat formal yang diatur dalam PMK Nomor 172 Tahun 2023. Regulasi ini mengatur transaksi yang bisa diajukan APA. Pertama, permohonan APA hanya bisa diajukan apabila transaksi afiliasi. Kedua, transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Ketiga, transaksi yang sudah dilaporkan dalam SPT tahunan selama tiga tahun terakhir.

Baca Juga  TaxPrime Ungkap Strategi untuk Mitigasi Risiko Sengketa “Transfer Pricing”

Keempat, Wajib Pajak sudah menyusun transfer pricing documentation (TP-doc) dalam tiga tahun terakhir, dan transaksi yang dilakukan dengan entitas di negara mitra P3B. Kelima, mencakup transaksi yang melibatkan banyak negara atau transaksi domestik bagi perjanjian penetapan harga transfer melalui skema unilateral APA.

Keenam, transaksi tidak perlu memiliki nilai yang signifikan untuk dapat dicakup dalam APA. Ketujuh, transaksi yang telah diperbaiki pada tahun fiskal sebelumnya masih dapat dimasukkan dalam aplikasi APA.

Analis Transfer Pricing and MAP/APA Direktorat Perpajakan Internasional DJP Pramuji Handra Jadi menyarankan agar Wajib Pajak dapat membantu menjembatani komunikasi antar Pejabat Berwenang (Competent Authority) untuk memperlancar proses Bilateral/Multilateral APA. Meski saran ini tidak diatur dalam PMK Nomor 172 Tahun 2023, namun merupakan salah satu kiat yang memengaruhi kesepakatan APA.

”Karena nanti dua negara akan bernegosiasi untuk mencegah sengketa, ada baiknya kalau komunikasi antar Competent Authority dapat dijembatani agar proses Bilateral/Multilateral APA lebih cepat. Salah satunya dengan memberikan data secara transparan dan berimbang kepada kedua otoritas pajak yang terlibat dalam perundingan. Hal ini akan meminimalisasi adanya asymmetric information antar Competent Authority.” jelas Pramuji.

Ia pun mengungkapkan bahwa pengajuan APA tidak sebatas berhasil dilakukan oleh perusahaan raksasa. Berdasarkan pengalaman empirisnya, transaksi dalam pengajuan APA juga berhasil disepakati berasal dari berbagai Wajib Pajak lintas sektor dengan beragam level perusahaan.

”Ada dari Wajib Pajak yang memiliki karyawan 10 orang sebagai trader, hingga pegawainya beribu-ribu, pabriknya besar dan berhektar-hektar pada sektor perkebunan. Banyak success story yang sudah kita tangani. Sekarang trennya APA diajukan oleh grup perusahaan komoditas, manufaktur, distributor. Misalnya, pada sektor komoditas, Wajib Pajak jadi punya kepastian jualan sawit pakai harga pasar yang mana, itu bisa dicakup oleh APA,” ujar Pramuji.

Hingga akhir 2024, Direktorat Perpajakan Internasional DJP telah menerima lebih dari 170 permohonan APA. Berdasarkan statistik Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Indonesia mencatatkan tingkat keberhasilan 100 persen dalam kesepakatan penyelesaian APA.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *