Menu
in ,

BPK Identifikasi Permasalahan dan Rekomendasi ke DJP

BPK Identifikasi Permasalahan

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap kegiatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 2016 hingga 2020. Pemeriksaan dan identifikasi dituangkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester II Tahun 2021 yang belum lama diterbitkan.

“Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas hasil pemeriksaan pajak periode 2016-2020 pada DJP Kementerian Keuangan mengungkapkan 14 temuan yang memuat 15 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 14 kelemahan sistem pengendalian intern dan satu ketidakpatuhan,” tulis BPK, dikutip Pajak.com (26/5).

Namun, hanya beberapa permasalahan yang detail diidentifikasi BPK. Pertama, BPK menemukan proses pemeriksaan yang dilakukan DJP terhadap tiga Wajib Pajak telah melebihi jangka waktu, tetapi belum diterbitkan surat ketetapan pajak. Pemeriksaan atas ketiga Wajib Pajak itu akhirnya dihentikan karena Wajib Pajak mengikuti tax amnesty atau Pengungkapan Pajak. Akibatnya, negara kehilangan potensi pajak senilai Rp 244,82 miliar.

Kedua, BPK menemukan perbedaan jumlah kredit pajak masukan yang terdapat pada laporan hasil pemeriksaan pajak dengan kertas kerja pemeriksaan Wajib Pajak senilai Rp 119,29 miliar. Akibatnya, kredit pajak masukan senilai Rp 119,29 miliar tidak dapat diyakini validitasnya.

Ketiga, BPK mencatat adanya kekurangan penetapan pajak atas transaksi ekspor impor PT C1 senilai Rp 49,14 miliar. Masalah itu timbul karena nilai penyerahan ekspor dan impor pada Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan tidak sesuai dengan nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Pemeritahuan Impor Barang (PIB). Akibatnya, DJP kurang menetapkan potensi penerimaan pajak dan sanksi administrasinya senilai Rp 49,14 miliar.

Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan kepada DJP untuk melakukan beberapa hal. Pertama, inspektur jenderal kementerian keuangan segera memeriksa direktur pemeriksaan dan penagihan, kepala subdit, dan tim pemeriksa terkait untuk membuktikan ada atau tidaknya unsur kelalaian ataupun kesengajaan dalam proses pemeriksaan.

Kedua, Direktur kepatuhan internal dan transformasi sumber daya aparatur atau KITSDA juga perlu melakukan penelitian atas hasil pemeriksaan serta menindaklanjutinya. Ketiga, memulihkan kekurangan penerimaan perpajakan jika terbukti terdapat kesalahan/penyimpangan dalam pemeriksaan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keempat, membina pemeriksa pajak dan pejabat terkait jika terbukti terdapat kesalahan/penyimpangan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain itu, BPK juga menyoroti pemberian insentif perpajakan dalam program Penanganan COVID-19 Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) oleh DJP. Dalam IHPS Semester II Tahun 2021, BPK mengidentifikasi, mekanisme verifikasi dan sistem informasi yang digunakan untuk mengelola permohonan dan laporan realisasi insentif masih belum dapat menjamin kelayakan penerimanya.

“Tujuan pemberian insentif perpajakan dalam program PC-PEN belum tercapai dan nilai realisasi insentif/fasilitas perpajakan PC-PEN tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya,” tulis BPK.

Selain itu, BPK menilai, DJP masih belum memiliki fungsi koordinasi terpusat dalam mengelola insentif pajak yang diberikan. Akibatnya, DJP tidak dapat memberikan pertanggungjawaban secara cepat dan transparan atas insentif pajak yang dikelola. Pengelolaan insentif dinilai masih belum sepenuhnya memenuhi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan belum dapat dievaluasi secara menyeluruh.

Untuk memperbaiki permasalah itu, BPK merekomendasikan DJP untuk memutakhirkan sistem pengajuan insentif dengan menambahkan syarat kelayakan penerima sesuai dengan ketentuan pada laman resmi DJP Online.

Seperti diketahui, realisasi insentif pajak program PC-PEN pada 2021 tercatat mencapai Rp 68,32 triliun atau 112,6 persen dari pagu senilai Rp 62,83 triliun. Adapun beberapa insentif yang diberikan pada tahun lalu, antara lain Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh Final Usaha Mikro Kecil Mengenah (UMKM) DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pembebasan bea masuk, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP kendaraan bermotor, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DTP atas pembelian rumah

“Untuk (insentif) pajak kita tahun lalu sangat sukses, karena Rp 62,8 triliun untuk insentif pajak 2021 itu seluruhnya terealisasi bahkan mencapai 112,6 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konfrensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version