Menu
in ,

Akibat pandemi, Penerimaan Pajak Masih Terkontraksi

Akibat pandemi, Penerimaan Pajak Masih Terkontraksi

FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, penerimaan pajak negara masih mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19. Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak pada April 2021 adalah sebesar Rp 374,9 triliun atau mencapai 30,5 persen dari target APBN Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun. Capaian itu masih mengalami kontraksi sebesar  minus 0,5 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kementerian Keuangan mencatat, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor dan PPh Orang Pribadi (OP)  juga masih mengalami kontraksi. Namun, penerimaan PPh Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meningkat seiring dengan berlangsungnya pemulihan ekonomi nasional. Penerimaan pajak yang meningkat di antaranya berasal dari industri pengolahan sebesar 16,51 persen, transportasi 2,4 persen, dan konstruksi 1,5 persen.

“Meski masih terkontraksi, pertumbuhan kumulatif sampai dengan April 2021 lebih baik dibandingkan Januari-Maret, didorong oleh pertumbuhan positif pada bulan April baik secara neto maupun bruto seiring dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan,” kata Sri Mulyani pada siaran pers APBN Kita dikutip Rabu (26/5/21).

Sri Mulyani juga menyampaikan, realisasi penyampaian SPT tahun 2021 meningkat sebanyak 1,38 juta SPT dari seluruh jenis Wajib Pajak dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penerimaan neto mayoritas jenis pajak membaik, bahkan PPh Badan dan PPN Impor mampu tumbuh double digit pada bulan April seiring dengan pemanfaatan insentif fiskal pembebasan PPh 22 Impor dan Pengurangan Angsuran PPh 25 tahun sebelumnya, serta aktivitas impor yang masih tumbuh.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta analisis data Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dalam negeri dan PPh Pasal 21, kontraksi penerimaan pajak terjadi karena menurunnya aktivitas usaha dan serapan tenaga kerja akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan hasil survei DJP terhadap total 12.822 responden, sebanyak 86 persen mengaku mengalami penurunan omzet, dan 50 persen responden mengaku mengalami penurunan permintaan. Sementara 73 persen responden yang mengaku mengalami keterbatasan likuiditas.

Sementara itu, hasil analisis terhadap SPT Masa PPN dalam negeri dan PPh Pasal 21 menunjukkan, sebanyak 67 persen pelaku usaha mengalami penurunan omzet sebesar 25 persen hingga 75 persen. Adapun 75 persen pelaku usaha mengalami penurunan pembelian.

Pada aspek ketenagakerjaan, survei DJP menunjukkan, 38 persen responden mengaku melakukan perubahan kebijakan ketenagakerjaan demi mempertahankan keberlangsungan usahanya. Sebanyak 24 persen responden lainnya mengaku melakukan pemberhentian sementara karyawannya. Sementara 41 persen responden mengaku melakukan penundaan atau bahkan pemotongan gaji.

Adapun hasil analisis terhadap SPT Masa PPN dalam negeri dan PPh Pasal 21 menunjukkan, 70 persen pelaku usaha melakukan pengurangan karyawan. Pengurangan karyawan terjadi terutama pada Wajib Pajak UMKM.

Dari hasil analisis terhadap pemanfaatan insentif fiskal, Kementerian Keuangan mencatat, insentif yang diberikan pemerintah memberikan manfaat positif bagi Wajib Pajak baik dari sisi omzet, cashflow, dan aspek ketenagakerjaan. Di antaranya, insentif pajak mampu mengurangi tekanan cashflow yang dialami Wajib Pajak sepanjang pandemi.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version