Menu
in ,

8 Jenis Pajak Penghasilan Badan yang Patut Diketahui

Pajak.com, Jakarta – Saat menjalankan suatu bisnis, pelaku usaha juga memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban pajak yang disebut dengan pajak penghasilan badan dengan baik dari pembayaran hingga pelaporan. Selain sebagai sebuah kewajiban, pajak dapat menjadi salah satu instrumen untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan. Dengan pembayaran dan pelaporan pajak secara rutin, perusahaan terbilang memiliki kesehatan keuangan yang baik.

Dengan begitu, portofolio dan citra perusahaan akan tetap terjaga sehingga memudahkan pihak internal untuk menambah konsumen atau klien, pengajuan pinjaman, serta dalam menjalankan proses aksi korporasi lainnya. Salah satu jenis pajak yang patut dibayarkan kepada negara adalah pajak penghasilan badan alias PPh Badan.

Secara umum, pajak penghasilan adalah segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Apa saja jenis pajak penghasilan yang mesti ditunaikan oleh Wajib Pajak Badan?

Berdasarkan aturan yang termaktub dalam undang-undang perpajakan, setidaknya ada delapan jenis pajak penghasilan badan yang patut diketahui. Berikut penjelasannya.

1. Pajak Penghasilan Pasal 15

PPh Pasal 15 akan dikenakan pada penghasilan yang berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus, ditujukan untuk golongan Wajib Pajak tertentu. Misalnya perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pelayaran dan penerbangan dalam negeri dan internasional, perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, serta usaha investasi bangunan bersifat guna-serah.

Begitu mendirikan perusahaan atau memiliki badan usaha, si pemilik secara otomatis menjadi Wajib Pajak Badan sekaligus Wajib Pajak Orang Pribadi. Kaitannya dengan hal tersebut, ada sejumlah pajak yang harus dibayarkan yang tertera pada Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

2. Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pungutan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Adapun penghasilan itu koheren dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau karyawan, dan harus disetorkan setiap bulannya.

Perusahaan akan mengelola pemungutan pajak dengan memotong langsung dari penghasilan para pegawai dan menyetorkannya ke kas negara melalui bank penerima atau persepsi. Beberapa macam perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan ketentuan terbaru yakni untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun berstatus pegawai yang menarik dana pensiun.

3. Pajak Penghasilan Pasal 22

PPh Pasal 22 diperoleh dari Wajib Pajak Badan yang melakukan aktivitas ekspor atau impor barang mewah. Pihak Pemungut PPh pasal 22 ini bisa terdiri dari bendahara pemerintah, instansi atau lembaga pemerintah, maupun lembaga lainnya; dan badan tertentu, baik itu badan pemerintah maupun swasta yang berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya. PPh Pasal 22 punya ketentuan yang lebih rumit dibandingkan jenis lainnya, karena hanya dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan bagi penjual maupun pembeli. Sehingga, pajak ini dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.

4. Pajak Penghasilan Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak saat transaksi. Meliputi, transaksi dividen (pembagian keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa; maupun penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau bangunan, atau jasa.

Tarif PPh Pasal 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Untuk diketahui, jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

5. Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah jenis pajak perusahaan yang berwujud angsuran atas pajak terutang, mengacu pada total surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan dan sudah dikurangi potongan PPh. Termasuk juga di dalamnya, PPh di luar negeri yang terutang maupun yang sudah dibayar dan boleh dikreditkan.

Jenis pajak ini difungsikan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melaksanakan pembayaran pajak tahunannya. Di sisi lain setoran pajak ini harus lunas dalam kurun waktu satu tahun, serta pembayarannya tidak dapat diwakilkan. Adapun sanksi keterlambatan pembayaran pajak yaitu pengenaan bunga sanksi pajak per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

6. Pajak Penghasilan Pasal 26

PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan dari Indonesia yang diterima Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Jadi, ketika perusahaan melakukan transaksi dengan Wajib Pajak luar negeri, maka akan dikenakan PPh Pasal 26.

Adapun jenis transaksi dapat meliputi pembayaran gaji karyawan, bonus, tunjangan, royalti, dividen, jasa, pensiun, atau lainnya sesuai dengan peraturan. Berdasarkan aturannya, tarif umum PPh Pasal 26 adalah 20 persen.

Pajak ini merupakan penerapan dari asas sumber yang dianut dalam sistem pemungutan pajak di Indonesia. Berdasarkan asas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia bisa dikenakan pajak di Indonesia.

7. Pajak Penghasilan Pasal 29

Suatu badan usaha akan dikenakan PPh Pasal 29 jika nilai pajak terutang tahunan lebih besar dari jumlah kredit yang sudah dipotong oleh pihak lain dan disetorkan sendiri ke kantor pajak. Oleh karena itu, pungutan ini sering disebut sebagai PPh kurang bayar.

PPh Pasal 29 biasanya tercantum dalam SPT PPh Badan tahunan, sehingga harus dilunaskan sebelum melaporkannya ke kantor pajak setiap tanggal 30 April. Jika mengalami lebih bayar, maka Wajib Pajak bersangkutan harus melakukan pembetulan SPT pajak.

8. Pajak Penghasilan Pasal 4 (Ayat 2)

Jenis penghasilan ini akan dikenai pajak yang sifatnya final alias tidak bisa dikreditkan. Adapun pajak penghasilan yang dipotong dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi, hadiah undian, serta transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.

Termasuk juga, transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version