in ,

25 Tahun Otonomi Daerah, Apkasi Serukan Penguatan Kewenangan Daerah

25 Tahun Otonomi Daerah
FOTO: IST

25 Tahun Otonomi Daerah, Apkasi Serukan Penguatan Kewenangan Daerah

Pajak.com, Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Otonomi Daerah ke-XXIX, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menggelar talkshow bertajuk “Refleksi 25 Tahun Penyelenggaraan Otonomi Daerah Pasca Reformasi”, Jumat (25/4/2025). Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid dari Kantor Apkasi Jakarta dan menghadirkan sejumlah narasumber kunci, antara lain Ryaas Rasyid, Mochamad Nur Arifin (Pjs. Ketua Umum Apkasi), Herman N. Suparman (Direktur Eksekutif KPPOD), serta Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang.

Dalam diskusi tersebut, Ryaas Rasyid, penggagas utama kebijakan otonomi daerah pasca-Reformasi, mengkritisi implementasi otonomi daerah yang menurutnya semakin menjauh dari semangat awal. “Kewenangan daerah yang semula diberikan, pelan-pelan ditarik kembali sejak era Presiden Megawati hingga SBY [Susilo Bambang Yudhoyono],” ujar, dikutip Pajak.com pada Senin (28/4).

Ia mencontohkan penarikan kewenangan tambang Galian C ke pusat yang sebelumnya telah didelegasikan hingga ke tingkat camat. Menurut Ryaas, kondisi ini membuat bupati dan wali kota kembali bergantung kepada pemerintah pusat untuk sumber keuangan.

“Dampaknya dengan penarikan wewenang tersebut, bupati/walikota kembali meminta-minta ke pusat, karena tidak ada sumber keuangan dan kewenangan yang cukup,” imbuhnya.

Ia menilai, pola pemberian kewenangan kepada daerah pada 1998-1999 sudah tepat untuk mendorong daerah lebih kreatif dan aktif. Menurut Ryaas, pusat seharusnya cukup melakukan supervisi dan membiarkan kepala daerah menyelesaikan urusan lokal.

“Dengan pola ini, pemerintah pusat tidak perlu menghabiskan waktu mengurusi hal-hal kecil di daerah yang sebenanya bupati dan walikota sudah mampu mengatasinya. Pusat harusnya sibuk dengan visi ke depan, berperan aktif di kancah global agar menjadi pemain utama di dunia internasional,” tegasnya.

Baca Juga  Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat Keluhkan Kendala “Core Tax” ke Komwasjak

Ryaas juga menegaskan perlunya keberanian dari daerah untuk menyuarakan kebutuhan nyata kepada pusat. “Di sinilah pentingnya Apkasi hadir, karena bisa menjadi corong untuk menyampaikan sesuatu yang dipikirkan baik oleh daerah agar diperhatikan oleh pemerintah pusat. Jangan sampai kita ini memperingati hari otonomi daerah, tapi sebenarnya tidak tahu makna yang diperingati itu apa,” katanya.

Ia menolak anggapan bahwa otonomi daerah menghambat nasionalisme. Justru menurutnya, nasionalisme diperkuat dengan kesejahteraan rakyat. “Tujuan utama otonomi itu adalah kesejahteraan rakyatnya, dan ini bisa terwujud jika pusat ikhlas dengan adanya otonomi, dan keikhlasan itu datang dari seorang pemimpin yang berwawasan luas, pemimpin yang cerdas, pemimpin yang tahu tugas-tugas pokok pemerintahan itu intinya apa, yakni menciptakan kesejahteraan. Pemimpin itu untuk menciptakan kesejahteraan bukan untuk kekuasaan,” tukasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif KPPOD Herman N. Suparman mengingatkan bahwa otonomi daerah adalah cita-cita utama dari reformasi, namun arah pelaksanaannya justru mulai bergeser. “Kita bisa lihat UU No. 23/2014 justru mengosongkan kewenangan daerah lewat berbagai UU sektoral,” ujarnya.

Ia juga mengkritik Inpres No. 1/2025 tentang efisiensi yang dinilainya mempersempit ruang fiskal daerah. “Transfer ke daerah diatur APBN, tapi tiba-tiba dikalahkan Inpres. Daerah jadi tak punya ruang gerak,” tambahnya.

Baca Juga  Bulan Penuh Libur, Jangan Lupa! Ini Kalender Pajak Mei 2025 yang Wajib Dicatat

Herman menyoroti bahwa mandatory spending di daerah saat ini membelenggu kreativitas anggaran. Meski begitu, ia mengakui ada capaian positif otonomi daerah, seperti pengurangan angka kemiskinan, partisipasi masyarakat yang meningkat, hingga lahirnya pemimpin daerah yang inovatif.

Dalam kesempan yang sama, Pjs. Ketua Umum Apkasi Mochamad Nur Arifin atau akrab disapa Cak Ipin, turut memperkuat pandangan tersebut dengan menegaskan bahwa otonomi harus dimaknai lebih dari sekadar desentralisasi. “Karena kalau hanya dalam tataran desentralisasi, maka sejak 1903 Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan Decentralisatie Wet. Jadi kalau hanya sekedar desentralisasi atau hanya memberikan wewenangan kepada daerah, itu pun Belanda sudah memikirkan,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa sejak persiapan kemerdekaan, arah negara Indonesia telah diperdebatkan antara menjadi negara kesatuan atau federal. Menurutnya, mengelola negara sebesar Indonesia memerlukan semangat otonomi. “Karena untuk me-manage negara sebesar Indonesia dengan besarnya populasi dan sumber daya, maka semangatnya harus kita kembalikan, bahwa yang kita perjuangkan adalah otonomi,” jelasnya.

Cak Ipin juga menyinggung kembali prinsip yang pernah diungkapkan Presiden Soekarno pada 1960, bahwa kuasa tunggal di daerah berada di tangan kepala daerah. Ia mengajak untuk membaca ulang konstitusi dengan lebih luas. “Kalau kedaulatan itu di tangan rakyat, pertanyaannya berarti segala keputusan harusnya dekat dengan rakyat dan yang perlu diperkuat adalah struktur yang paling dekat dengan rakyat,” imbuhnya.

Baca Juga  Terkendala Bayar dan Lapor SPT Masa PPh di Coretax? DJP Sarankan Ikuti Mekanisme Ini 

Dalam konteks reformasi regulasi, Cak Ipin menilai perlu kejelasan fungsi gubernur yang saat ini merangkap peran sebagai kepala daerah sekaligus wakil pemerintah pusat. “Contoh urusan sederhana seperti normalisasi sungai saka, itu harus berkoordinasi dengan banyak instansi, mulai dari dinas PU, balai kementerian, hingga gubernur. Ini memperlihatkan ketidakberdayaan kedaulatan rakyat,” ujarnya.

Ia juga merekomendasikan referensi dari buku The New China Playbook karya Keyu Jin, yang mengajarkan pentingnya memperkuat basis ekonomi di tingkat daerah melalui semangat kompetisi antar kepala daerah. Namun, Cak Ipin mengakui implementasi di Indonesia masih penuh tantangan, terutama dalam soal regulasi pemanfaatan aset daerah.

“Misal soal ide pemanfaatan aset daerah agar bisa dikerja samakan dengan pihak luar saja, belum mulai harus keluar banyak biaya di depan. Kita dituntut kreatif tapi selalu ada ruang dispute di dalamnya, sehingga tantangannya [apakah] para Bupati berani mengambil risiko tersebut atau tidak. Padahal kita tahu tujuannya mulia untuk membantu program pemerintah mengentaskan kemiskinan,” katanya.

Menutup diskusi, Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang menegaskan komitmen organisasi untuk terus memperjuangkan kepentingan daerah. “Kami akan terus memperkuat peran sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah,” tegasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *