Tok! Pro Kontra Kenaikan PPN Berakhir
Pro kontra kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen berakhir sudah dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN atas Impor Barang Kena Pajak (BKP), Penyerahan BKP, Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 31 Desember 2024 (PMK 131/2024).
Pemerintah akhirnya mencari jalan tengah, “utak-atik formula” bagaimana ketentuan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang sudah diamanatkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Tahun 2021 tetap tidak dilanggar namun juga memenuhi harapan masyarakat bahwa kenaikan PPN yang dapat berdampak pada daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah dapat diakomodasi.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen hanya berlaku bagi kelompok barang mewah. Kelompok barang mewah telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2023 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2021 tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam aturan ini, yang tergolong barang mewah antara lain hunian mewah, kapal pesiar mewah, dan pesawat udara (kecuali untuk angkutan niaga dan keperluan negara).
Selain aturan tersebut di atas, kendaraan bermotor yang termasuk dikenakan PPnBM (tergolong mewah) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.010/2021 Tahun 2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan, Pemberian, dan Penatausahaan Pembebasan, serta Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Sementara untuk kelompok bukan barang mewah, secara besaran nilai tetap tidak mengalami kenaikan PPN, meskipun tarif yang digunakan mengacu kepada tarif 12 persen. Hal ini dilakukan dengan menetapkan kebijakan penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk menghitung PPN di tahun 2025 sehingga nilai PPN terutang yang harus dibayar masyarakat tetap sama.
Tarif PPN mulai tahun 2025 untuk barang mewah yang dikenakan PPnBM dihitung dari DPP berupa harga jual atau nilai impor (12 persen x harga jual atau nilai impor), sementara barang dan jasa selain barang mewah dihitung dari DPP berupa nilai lain, yaitu sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian (12 persen x 11/12 x harga jual, nilai impor, atau penggantian).
Pengecualian menggunakan DPP nilai lain dengan formula 11/12 tersebut di atas adalah untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menggunakan DPP berupa nilai lain yang ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tersendiri. Selain itu, PKP yang menggunakan DPP berupa besaran tertentu juga dikecualikan dari penggunaan formula DPP nilai lain 11/12 tersebut. Pemungutan, penghitungan, dan penyetoran PPN oleh PKP tersebut dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam PMK 131/2024 diatur bahwa bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP tergolong mewah kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Mulai 1–31 Januari 2025, PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan DPP berupa nilai lain sebesar dari harga jual.
- Mulai 1 Februari 2025, PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan harga jual atau nilai impor.
Meskipun perhitungan matematis pengenaan PPN menjadi sedikit “ribet” bagi masyarakat awam, penulis berpendapat langkah yang telah diambil Pemerintahan Presiden Prabowo adalah sesuatu yang tepat dan bijak di tengah keadaan perubahan ekonomi yang tidak sesuai prediksi ketika ketentuan kenaikan tarif PPN dibuat pada Tahun 2021 di UU HPP.
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), sebagai asosiasi Konsultan Pajak, tentu sangat mendukung kebijakan yang diambil pemerintah dan senantiasa membantu pemerintah dalam mensosialisasikan perubahan peraturan perpajakan.
Selamat Tahun Baru 2025!
*Penulis: Suwardi Hasan adalah Ketua Dept FGD IKPI, Advokat dan Konsultan Pajak Firma BNK
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments