in ,

Pahami Ketentuan PPh Pasal 15!

Pahami Ketentuan PPh Pasal 15!
FOTO: IST

Pahami Ketentuan PPh Pasal 15!

Pahami Ketentuan PPh Pasal 15! Berbicara tentang Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia, Anda tentu cukup familiar tentang PPh pemotongan dan/atau pemungutan (Potput). PPh potput di Indonesia terdiri dari beberapa macam pengaturan. Sering Anda temui dalam kehidupan sehari – hari diantaranya PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, hingga PPh pasal 4 ayat (2). Namun masih ada jenis PPh potput yang mungkin cukup asing di telinga kita, yakni PPh pasal 15.

Seperti namanya, Pahami Ketentuan PPh Pasal 15! PPh pasal 15 diatur pada pasal 15 UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh sebagaimana diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada peraturan tersebut, disebutkan bahwa terdapat Wajib Pajak tertentu yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus (NPK) untuk menghitung penghasilan neto yang ditetapkan Menteri Keuangan. Peraturan teknis tiap obyek diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK).

Seperti disebutkan diatas, PPh pasal 15 menetapkan NPK atas beberapa jenis penghasilan dan nantinya bersifat pajaknya bersifat final. Diterapkannya peraturan ini dilatarbelakangi oleh kondisi negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Kegiatan industri serta aktivitas berkaitan dengan transportasi antar kepulauan menjadi aktivitas yang tak terhindarkan. Sehingga, diatur PPh final dengan norma khusus demi memudahkan pemungutan pajak atas aktivitas tersebut.

Dari beberapa KMK yang telah ditetapkan, terdapat beberapa macam pengaturan yang termasuk dalam ruang lingkup PPh pasal 15, yakni:

1. PPh Pasal 15 Pelayaran Dalam Negeri (KMK no. 416/KMK.04/1996)

a. Obyek Pajak

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, serta penyewaan kapal dari:

– Satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia;

– Pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;

– Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia;

– Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia;

b. Subyek Pajak

Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

c. Tarif (1,2%)

PPh terutang    = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Baca Juga  MK Tolak Permohonan Penghapusan Sanksi Penjara bagi Wajib Pajak yang Lalai Lapor SPT

NPPN               = 4% x Peredaran Bruto

Tarif efektif        = 30% x 4% x Peredaran Bruto

= 1,2% x Peredaran Bruto

Bersifat final dan tidak dapat diperlakukan sebagai kredit pajak.

d. Pemotongan/penyetoran

– Bila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian sewa atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak penyewa memiliki kewajiban memotong PPh pasal 15 saat pembayaran atau saat terutang pajak.

– Bila penyewa atau pengguna jasa bukan pemotong pajak atau apabila perjanjian kontrak bukan sewa atau charter dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak menyetor sendiri PPh pasal 15 yang terutang.

2. PPh Pasal 15 Penerbangan Dalam Negeri (KMK no. 475/KMK.04/1996)

a. Obyek Pajak

Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang dari :

– Satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia;

– Pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;

Adapun yang dimaksud perjanjian charter adalah semua bentuk charter, contohnya adalah space charter, yakni sewa ruangan pesawat udara atau time charter, yakni sewa pesawat udara dalam waktu tertentu.

b. Subyek Pajak

Wajib Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

c. Tarif (1,8%)

PPh terutang    = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

NPPN              = 6% x Peredaran Bruto

Tarif efektif    = 30% x 6% x Peredaran Bruto

= 1,8% x Peredaran Bruto

Bersifat nonfinal, artinya dapat menjadi kredit pajak dalam SPT Tahunan Wajib Pajak bersangkutan.

d. Pemotongan/penyetoran

– Pencharter, yang merupakan Badan pemerintah, Subyek pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara kegiatan, BUT, atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri lainnya.

3. PPh Pasal 15 Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (KMK no. 417/KMK.04/1996)

a. Obyek Pajak

Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang dari :

– Satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia;

– Pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;

Baca Juga  Kriteria Wajib Pajak yang Harus Membuat Dokumentasi Penerapan PKKU

b. Subyek Pajak

Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dana/atau Penerbangan Luar Negeri/Internasional atau dalam kata lain Subyek Pajak Luar Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) Usaha Pelayaran/Penerbangan

c. Tarif (2,64%)

PPh terutang             = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

NPPN                        = 6% x Peredaran Bruto

Branch Profit Tax       = 20% x Penghasilan Kena Pajak (PhKP) setelah PPh

–>       Penghasilan Neto         = 6%    x Peredaran Bruto

PPh (30%)                   = 1,8%

PhKP setelah PPh       = 4,2%

BPT (20%)                   = 0,84%

Tarif Efektif                   = 1,8% + 0,84%

= 2,64% x Peredaran Bruto

Bersifat final bagi Wajib Pajak.

d. Pemotongan/penyetoran

– Bila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak pencharter memiliki kewajiban memotong PPh pasal 15 saat pembayaran atau saat terutang pajak.

– Bila perjanjian kontrak bukan charter, maka Wajib Pajak menyetor sendiri PPh pasal 15 yang terutang.

4. PPh Pasal 15 Kegiatan Usaha Jasa Maklon Internasional Bidang Produksi Mainan Anak – anak (KMK no. 543/KMK.03/2002)

a. Obyek Pajak

Seluruh biaya pembuatan atau perakitan atas kontrak jasa maklon yang dilakukan, tidak termasuk biaya bahan baku.

b. Subyek Pajak

Wajib Pajak Perusahaan Jasa Maklon Internasional di Bidang Produksi Mainan anak – anak

c. Tarif (2,1%)

PPh terutang    = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

NPPN               = 7% x Seluruh Biaya Pembuatan Barang, tidak termasuk bahan baku.*

*Dengan syarat selama PKP tidak mengadakan advance pricing agreement (APA) dengan DJP

Tarif efektif       = 30% x 7% x Seluruh Biaya Pembuatan Barang, tidak termasuk bahan baku

= 2,1% x Seluruh Biaya Pembuatan Barang, tidak termasuk bahan baku

Bersifat final, artinya tidak dapat menjadi kredit pajak dalam SPT Tahunan Wajib Pajak bersangkutan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jatim II Hentikan Penyidikan Pidana Pajak PT SMS

d. Pemotongan/penyetoran

Wajib Pajak menyetor sendiri PPh Pasal 15 yang terutang atas penghasilannya.

5. PPh Pasal 15 Kantor Perwakilan Dagang Asing di Indonesia (KMK no. 634/KMK.04/1994)

a. Obyek Pajak

Nilai ekspor bruto, yakni semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia dari penyerahan barang pada orang pribadi atau badan di Indonesia.

b. Subyek Pajak

Wajib Pajak Perusahaan Dagang Asing Luar Negeri yang memiliki Kantor Perwakilan di Indonesia

c. Tarif (0,44%)

PPh terutang                = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

NPPN                           = 6% x Peredaran Bruto

Branch Profit Tax          = 20% x Penghasilan Kena Pajak (PhKP) setelah PPh

–>       Penghasilan Neto          = 1%    x Nilai Ekspor Bruto

PPh (30%)                   = 0,3%

PhKP setelah PPh       = 0,7%

BPT (20%)                   = 0,14%

Tarif Efektif                   = 0,3% + 0,14%

= 0,44% x Nilai Ekspor Bruto

Bersifat final bagi Wajib Pajak.

d. Pemotongan/penyetoran

Kantor perwakilan dagang menyetor sendiri PPh Pasal 15 yang terutang atas penghasilannya.

Itulah sekilas ketentuan mengenai penerapan PPh pasal 15 di Indonesia. Terus tambah wawasan perpajakan Anda demi memenuhi kewajiban perpajakan Anda. Jadilah Wajib Pajak yang taat dan berkontribusi bagi pembangunan negeri ini. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *