Jangan Abaikan Surat Pajak! Rekeningmu Bisa Diblokir
Jangan Abaikan Surat Pajak! Rekeningmu Bisa Diblokir. Pernah nggak sih kamu bayangin, ketika bisnismu berjalan dengan lancar, dan tiba-tiba nggak bisa akses keuangan di rekening bankmu. Rekening yang jadi sumber keuangan utama untuk operasional bisnismu mendadak diblokir. Situasi ini bisa terjadi pada siapa saja, terutama jika kamu memiliki utang pajak, baik Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Indonesia memiliki kewenangan untuk memblokir rekening wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang pajak yang lewat dari jatuh tempo pembayaran. Kebijakan ini sering dibicarakan, terutama di kalangan pelaku bisnis dan masyarakat yang peduli pada kepatuhan pajak. Mengapa pemblokiran rekening bisa terjadi, dan apa dampak serta tantangannya bagi wajib pajak? Mari kita bahas dalam tulisan ini.
Pemblokiran rekening bank oleh DJP bukanlah tindakan yang dilakukan secara sembarangan, tidak tiba-tiba langsung blokir rekening gitu aja. Proses ini merupakan bagian dari penegakan hukum untuk memastikan bahwa setiap wajib pajak memenuhi kewajibannya. Mekanisme blokir rekening ini didasarkan pada UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan PMK No. 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar. Tujuannya adalah agar rekening tersebut tidak dapat digunakan untuk transaksi, sehingga wajib pajak tidak bisa memanfaatkan uangnya sampai utang pajak tersebut dilunasi.
Berdasarkan data Kinerja Penegakan Hukum 2023 DJP di Seluruh Indonesia, ada sebanyak 21.771 pemblokiran rekening penanggung pajak. Dari pemblokiran tersebut, DJP mencatat total pencairan senilai RP341 miliar.
Proses penagihan diawali dengan DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memberikan peringatan awal kepada wajib pajak terkait berupa surat teguran. Surat teguran ini diterbitkan 7 hari sejak jatuh tempo utang pajak. Jika peringatan ini tidak ditanggapi 21 hari sejak surat teguran diterbitkan, DJP dapat mengeluarkan Surat Paksa. Kalau wajib pajak tidak merespons dalam 2×24 jam maka diterbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.
Selajutnya bisa dilakukan penyitaan aset dan pemblokiran rekening bank. Jika utang pajak masih belum dilunasi maka aset yang disita, termasuk uang didalam rekening yang diblokir, dapat dilakukan lelang untuk pelunasan utang pajak. Secara total pada tahun 2023, otoritas pajak telah memberitahukan 658.622 surat paksa dengan nilai pencairan sebanyak Rp5,5 triliun.
Mekanisme ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam upaya penegakkan hukum pajak dan memastikan semua wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya. Langkah ini memang memberikan dampak positif dalam hal peningkatan penerimaan negara, tetapi terdapat sejumlah tantangan yang terjadi, baik bagi wajib pajak maupun pemerintah.
Bagi wajib pajak, pemblokiran rekening bank bisa menjadi mimpi buruk. Mereka nggak bisa mengakses dana dalam rekening sehingga operasional bisnis bisa terganggu, pembayaran gaji karyawan bisa tertunda, bahkan bisa mempengaruhi kredibilitas bisnis di mata mitra usaha. Dalam beberapa kasus yang terjadi, pemblokiran ini dapat berakibat pada kerugian yang jauh lebih besar daripada utang pajak yang ada. Kalau bisa memang wajib pajak dapat menghindari pemblokiran ini.
Lantas, apa yang bisa dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindari situasi ini?
Pertama, kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajak tepat waktu adalah kunci utama. Memastikan bahwa laporan pajak bisnismu selalu lengkap dan benar, hal ini akan menghindarkanmu dari masalah utang dan sanksi pajak.
Kedua, jika bisnismu menghadapi kesulitan likuiditas atau kondisi tertentu yang membuatmu tidak bisa membayar pajak tepat waktu, segera konsultasi dengan petugas pajak DJP. Ketika memiliki utang pajak dan sulit untuk langsung melunasi, kamu bisa mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak kepada DJP. DJP sendiri telah memberikan fasilitas pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak berdasarkan pasal 9 ayat (4) UU KUP dan pasal 20 PMK nomor 242 tahun 2014 s.t.d.d PMK nomor 18 tahun 2021. Wajib pajak bisa mengajukan permohonan ini dengan menyertakan alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan yang mendukung permohonan tersebut.
Ketiga, penting juga bagi wajib pajak untuk selalu berkonsultasi dengan petugas pajak yang menjadi pengampunya, Account Representative (AR) di KPP terdaftar. Berkomunikasi dengan baik pada AR bisa membantumu mendapatkan informasi pajak yang lebih tepat dan menghindari kesalahpahaman perhitungan pajak. Apalagi jika kamu sudah menerima surat teguran atau surat paksa, jangan tunda untuk berkonsultasi dan mencari solusi secepat mungkin, apakah dengan mekanisme pembayaran, penangsuran ataupun penundaan. Sebelum terjadi pemblokiran rekening atau penyitaan aset bisnismu.
Akan tetapi, tantangan tidak hanya datang dari sisi wajib pajak. DJP sendiri perlu memastikan bahwa proses pemblokiran rekening ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan transparan. DJP wajib memastikan setiap tindakan yang diambil sudah berdasarkan data yang akurat dan wajib pajak sudah diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajibannya sebelum langkah-langkah penagihan pajak seperti pemblokiran dilakukan.
Selain itu, DJP juga perlu meningkatkan sistem informasi, teknologi dan sumber daya manusia agar bisa mendeteksi dan menangani utang pajak dengan lebih efektif. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mencegah terjadinya kekeliruan dalam proses penagihan pajak yang bisa merugikan wajib pajak. Edukasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban dari wajib pajak dan mekanisme penagihan yang berlaku. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai saluran, termasuk media sosial dan situs resmi DJP untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Mekanisme pemblokiran rekening memang bisa menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Pemerintah dan wajib pajak harus bekerja sama untuk mewujudkan sistem perpajakan yang adil dan transparan, sehingga dapat membawa manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memahami dan mematuhi aturan yang berlaku serta bekerja sama untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih baik.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments