Aspek Perpajakan Industri Properti dan Real Estate Indonesia
Sektor Industri properti dan real estate merupakan bidang yang mempunyai prospek masa depan yang cerah dimasa yang akan datang. Prospek positif ini didukung dengan seiring bertambahnya populasi penduduk yang semakin bertambah besar, dimana hal ini dapat memberikan dampak kepada permintaan pada sektor properti sehingga banyaknya pembangunan di berbagai area seperti diantaranya apartemen, hotel, perumahan, pusat pembelajaan, dan gedung-gedung perkantoran.
Walaupun sempat terpengaruh oleh adanya Pandemi Covid-19, namun sektor ini masih menunjukan pergerakan ke arah yang positif, baik pasar properti residensial maupun komersial. Hal tersebut berjalan lurus dengan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang juga terus bergerak positif.
Keberedaan sektor ini juga tidak lepas dari adanya pajak yang dikenakan terhadapnya, dimana setiap transaksi jual-beli properti akan dikenakan pajak properti. Pajak pada sektor properti dan real estate dapat diandalkan sebagai penerimaan pajak bagi negara. Hal ini dikarenakan pada usaha properti dan real estate adanya banyak aspek perpajakan diantaranya sebagai berikut:
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
- Pajak Penghasilan (PPh) Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh Pasal 4 Ayat 2)
- Pajak Penghasilan (PPh) Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PPh Pasal 4 Ayat 2)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi Bangunan atau PBB adalah pajak atas tanah dan bangunan yang terkena kepada pemilik karena adanya keuntungan ekonomi atau status ekonomi akibat kepemilikan tanah dan bangunan tersebut. Objek PBB sendiri yaitu bumi dan/atau bangunan yang terletak di wilayah Republik Indonesia. Definisi bumi yaitu permukaan bumi serta tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara definisi bangunan yaitu konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Dikarenakan pajak ini dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah, setiap daerah kabupaten/kota diberikan kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif PBB yang mungkin berbeda di setiap daerah. Tarif PBB paling tinggi dikenakan sebesar 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak. PBB merupakan pajak yang dipungut dan dibayarkan oleh pihak yang memperoleh manfaat atas hak atas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek instrumen pajak daerah, sehingga pembayarannya dibayarkan kepada Pemerintah Daerah.
2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat BPHTB adalah salah satu jenis pajak yang harus dibayarkan saat membeli rumah maupun properti lainnya. Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya.
Sama halnya seperti PBB, BPHTB juga merupakan ranah pajak yang dipungut dan dikelola oleh masing masing pemerintah daerah.Tarif BPHTB ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota paling tinggi 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). BPHTB merupakan pajak yang dikenakan dan dibayarkan oleh pembeli tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek instrumen pajak daerah, sehingga pembayarannya dibayarkan kepada pemerintah daerah.
3. Pajak Penghasilan (PPh) Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh Pasal 4 Ayat 2)
Pajak ini adalah pajak yang dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan baik orang pribadi maupun badan. Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dapat berupa penghasilan dari transaksi atas pengalihan harta dalam bentuk tanah dan/atau bangunan yang meliputi penjualan, tukar-menukar,perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati. Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 2,5% dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk usaha real estate dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Sedangkan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 1% dikenakan atas pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana dari jumlah bruto nilai pengalihan. Pajak ini dikenakan dan disetor oleh penjual sebagai pajak penghasilan final yang menjadi objek instrumen pajak pusat, sehingga pembayarannya dibayarkan kepada Pemerintah Pusat.
4. Pajak Penghasilan (PPh) Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PPh Pasal 4 Ayat 2)
Selain pajak penghasilan yang dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan, Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat pula berupa penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, baik sebagian maupun seluruh bangunan yang diperoleh orang pribadi atau badan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah
Tarif Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dikenakan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Pajak ini dikenakan dan disetor oleh penjual sebagai pajak penghasilan final yang menjadi objek instrumen pajak pusat, sehingga pembayarannya dibayarkan kepada Pemerintah Pusat.
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas pengalihan hak milik dan sewa sebesar 11% yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Perlakuan PPN dalam penjualan rumah hanya diberlakukan terhadap properti primary, dalam arti properti rumah yang dijual oleh pengembang ke konsumen. Besaran tarif PPN memiliki besaran tarif sama seperti BKP lainnya yakni saat ini ditetapkan sebesar 11% dari harga jual. Namun demikian, perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan perlakuan terhadap rumah sederhana dan rumah sangat sederhana dimana atas penjualan rumah dengan kategori tersebut dibebaskan dari PPN. Kemudian adapun kriteria rumah yang termasuk kategori ini adalah rumah yang luas bangunannya tidak melibihi 36m dengan luas tanahnya tidak kurang dari 60m, harga jualnya tidak melebihi batasan harga jual sesuai sesuai dengan ketentuan yang berlaku, rumah tersebut merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi dalam kelompok berpenghasilan rendah dan digunakan sebagai tempat tinggal pribadi. PPN merupakan pajak yang dikenakan dan dibayar oleh pembeli yang menjadi objek instrumen pajak pusat, sehingga pembayarannya dibayarkan kepada Pemerintah Pusat.
6. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean. Pada sektor properti dan real estate PPn-BM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah.
Kriteria barang mewah, sebagaimana dimaksud:
- rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi)
- rumah susun, rumah susun, dan sejenisnya, dengan harga jual atau harga pengalihan lebih dari Rp30.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150 m2 (seratus lima puluh meter persegi)
dikenakan PPnBM dengan tarif 20% dan hanya berlaku untuk properti primary. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan dan dibayar oleh pembeli yang menjadi objek instrumen pajak pusat, sehingga pembayarannya dibayarkan kepada pemerintah pusat.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya pengenaan berbagai macam pajak terhadap aktivitas pada sektor properti dan real estate dapat menjadi perhatian bagi wajib pajak yang menjadi stakeholder pada insdustri ini untuk tetap melaksanakan kepatuhan pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan berkonrtibusi kepada penerimaan negara.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments