Menu
in ,

Strategi Indonesia untuk Jadi Negara “High Middle Income”

Strategi agar Indonesia Jadi Negara “High Middle Income”

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan strategi agar Indonesia dapat keluar dari kelompok negara dengan pendapatan menengah (middle income). Menurutnya, Indonesia harus beranjak menjadi negara berpendapatan tinggi (high middle income), mengikuti sekitar 20 negara lainnya.

“Indonesia saat ini adalah middle income country. Kita semua tahu di dalam pengalaman lebih dari 190 negara di dunia ini, mayoritas mereka berhenti di middle income. Maka dari itu ada istilah middle income trap. Tidak banyak negara di dunia ini—kurang dari 20 yang bisa menembus middle income trap itu,” kata Sri Mulyani dalam webinar, pada (4/8).

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun menyebutkan strategi untuk dapat membawa Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi (high middle income).

Pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)—kunci utama. Ia yakin, produktivitas dan inovasi sejalan beriringan dengan kualitas SDM. Untuk mencapai itu, pemerintah telah berupaya dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau sekitar Rp 500 triliun. Namun, tidak semua anggaran ada di Kemendikbud-Ristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) saja, melainkan harus dibagi ke Kementerian Agama, lembaga penelitian, dan sebagainya.

“Kalau pun kita sepakat SDM pendidikan penting, mestinya kita tidak berhenti hanya dengan mengatakan anggarannya besar dan itu pasti dijamin menyelesaikan masalah, ternyata tidak,” kata Sri Mulyani.

Oleh karena itu, ia berharap, semua dapat bergotong royong dan berkomitmen, bahwa 20 persen bisa diterjemahkan dalam bentuk kualitas pendidikan Indonesia yang menghasilkan manusia produktif, inovatif, berkarakter kebangsaan, dan menjadi manusia yang bisa membawa Indonesia adil dan makmur. Selanjutnya, Indonesia juga perlu pengembangan di bidang kesehatan.

“Bicara tentang SDM, bicara pula soal pemenuhan hak dasar warga negara, seperti hak pendidikan dan layanan kesehatan. Pun dengan jaminan sosial yang membantu warga miskin mengakses dua aspek tersebut. Sehingga kita tidak hanya bicara tentang what, apa yang perlu untuk pendidikan. Tapi how, yakni bagaimana membagi kewenangan, tanggung jawab, akuntabilitas, dan making sure bahwa seluruh resources dan policy bisa mencapai hasilnya,” jelas Sri Mulyani.

Kedua, membangun infrastruktur. Bukan hanya sekadar kuantitas, tapi infrastruktur berkualitas dan tepat. Sri Mulyani mengatakan, pembangunan perlu melibatkan pihak swasta, mengingat APBN memiliki keterbatasan untuk membangun semua hal.

“Tidak mungkin negara manapun di dunia yang membangun infrastruktur hanya menggunakan resources dari negara atau APBN. Maka ini tantangan, bagaimana framework kerja sama  yang transparan dan menciptakan infrastruktur yang efisien,” tutur dia.

Ketiga, efisiensi birokrasi. Berdasarkan pengalaman 20 negara yang bisa masuk dalam negara berpendapatan tinggi, mereka memiliki institusi yang efisien, agile, dan tata kelola yang bagus.

“Selain itu, korupsi dan konflik kepentingan harus diperangi. Konteks ini yang merupakan reformasi birokrasi itu penting, namun tidak underestimate peranan sektor privat juga penting,” kata Sri Mulyani.

Keempat, kemampuan negara melakukan transformasi ekonomi berbasis digital. Sri Mulyani mengatakan, pandemi COVID-19 menjadi momentum percepatan ekonomi digital Indonesia.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version