Menu
in ,

Sri Mulyani Ingatkan Risiko Baru Akibat Dinamika Global

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ingatkan munculnya risiko baru yang berkaitan dengan dinamika kondisi global, terutama dari sisi inflasi. Hal ini berdasarkan pembahasan Islamic Development Bank (IDB) beberapa waktu lalu.

“Pertemuan kami di Islamic Development Bank memang pembahasan mengenai risiko global itu dirasakan betul dan menjadi bahan pembahasan Roundtable Governors Discussion, di mana kita membahas mengenai munculnya risiko, terutama dari sisi kenaikan inflasi karena harga-harga energi dan pangan yang akan menyebabkan pengetatan dari moneter,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI tentang Pengambilan Keputusan Mengenai Asumsi Dasar dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2023, dikutip Pajak.com, Kamis (9/06).

Ia mengatakan, isu inflasi dan dinamika dunia diprediksi akan terus diperbincangkan di forum-forum ekonomi dan keuangan global dan para peserta forum sependapat bahwa kontribusi sisi produksi atau supply pada inflasi dunia saat ini lebih dominan dibandingkan kontribusi dari sisi demand atau permintaan.

“Implikasi kebijakannya adalah bahwa kalau kebijakan makro yaitu fiskal dan moneter terlalu cepat atau ketat yang tujuannya akan lebih cepat memengaruhi sisi demand, sebetulnya tidak menyelesaikan masalah sisi supply-nya. Karena persoalan awalnya adalah dari sisi supply yaitu produksinya terkena disrupsi akibat perang maupun karena pandemi,” ucapnya.

Sehingga, lanjut Sri Mulyani, dinamika antara demand dan supply, serta instrumen yang dianggap paling tepat untuk bisa menyelesaikan potensi kemungkinan terjadinya stagflasi tanpa menimbulkan risiko ekonomi yang sangat besar akan terus menjadi pembahasan di level global hingga tahun 2023.

“Nah, inilah yang mungkin kita perlu di Komisi XI, (bersama) kami tentu saja sebagai pengelola fiskal, dan Bank Indonesia di dalam moneter akan terus melakukan rekalibrasi dan melihat data-data yang akan memberikan guidance ke kita dalam melakukan adjustment untuk menjaga keseimbangan antara stabilisasi yaitu inflasi yang diharapkan relatif rendah dan stabil dengan growth yang kita harapkan akan terus tumbuh tinggi,” terangnya.

Selanjutnya, untuk Panja Penerimaan dan Panja Transfer ke Daerah, ia menyatakan bahwa semua yang direkomendasikan oleh Panja sudah sesuai dengan arah reformasi yang sedang dilakukan pemerintah, termasuk mengenai pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan berbagai langkah yang harus terus diperbaiki dalam pengelolaan fiskal.

“Untuk TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa) tadi kita juga sangat menyetujui dari kesimpulan di mana konsistensi dan koordinasi sinergi antara belanja kementerian/lembaga dengan transfer ke daerah dan belanja daerah, serta bagaimana kinerja dari pemerintah daerah dalam menjalankan APBD dan juga di dalam mengelola ekonomi daerah,” tegasnya.

Di sisi lain, ia juga minta pemerintah daerah (pemda) untuk lebih mampu menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sri Mulyani menilai, ketika pemerintah pusat mengurangi Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), pemda biasanya tidak bisa bergerak secara leluasa.

“Ini yang kita sebetulnya minta supaya daerah makin memiliki kemampuan untuk shock absorber juga,” ucapnya.

Ia menilai, pemda membutuhkan pengelola keuangan yang dapat menjaga APBD saat menghadapi tekanan dan guncangan, seperti yang dialami pemerintah pusat. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), agar pemda bisa melakukan pembiayaan kreatif dan pendanaan yang terintegrasi.

“Tujuannya supaya daerah itu tidak selalu begitu (pemerintah) pusat menggelontorkan banyak, duitnya ngendon di BPD (Bank Pembangunan Daerah). Atau kalau waktu (dananya) diambil, mereka (pemda) juga langsung lumpuh. Mestinya bisa melakukan apa yang disebut stabilisasi antarwaktu dan antarpos. Ini yang kita harapkan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani juga berharap TKDD dalam UU HKPD dapat meningkatkan kemampuan daerah di dalam menciptakan kualitas spending better yang berorientasi pada target pembangunan nasional. Tujuannya, untuk menciptakan multiplier effect dalam mendorong transformasi ekonomi dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

“Jadi di daerah memang masih perlu terus ditingkatkan kapasitas dan pengelolaan keuangan daerahnya. Tentu kerja sama, komitmen dari seluruh pemerintah daerah, kementerian/lembaga akan sangat penting untuk kita bisa bersama-sama menjaga ekonomi, menjaga rakyat, dan menjaga APBN,” tandasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version