Perang Dagang Cina-AS Makin Panas, Menkeu Sri Mulyani Pastikan Posisi Indonesia Tetap Netral
Pajak.com, Jakarta – Di tengah eskalasi ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina akibat kebijakan tarif resiprokal, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia tetap mengambil posisi netral. Posisi ini dinilai strategis dan dihormati oleh kedua pihak, serta menjadi nilai tawar penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Indonesia, baik dalam ASEAN sebagai negara terbesar maupun hubungan dengan AS dan Cina yang sedang mengalami eskalasi tensi, kita tetap dalam posisi yang cukup netral, dihormati, dan diperhitungkan. Ini merupakan daya tawar yang baik yang harus kita jaga,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dikutip Pajak.com pada Jumat (25/4).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Indonesia telah menjalin komunikasi aktif dengan kedua negara. Dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Cina, Indonesia menyampaikan komitmen untuk mempererat hubungan ekonomi. Sebagai respons, Menteri Keuangan Cina mengundang Indonesia untuk berkunjung ke Beijing sebagai bentuk keseriusan dalam membangun kerja sama lebih erat. Di sisi lain, AS juga menunjukkan minat serupa untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia.
Bendahara negara ini optimistis bahwa posisi netral Indonesia bukan hanya soal diplomasi, tetapi juga didukung oleh fondasi ekonomi domestik yang kuat dan stabil.
Untuk diketahui, setelah pertemuan tingkat Menteri antara Delegasi RI yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan pihak USTR yang dipimpin oleh Ambassador Jamieson Greer pada Kamis (17/04), langkah cepat dilakukan dengan digelarnya pertemuan teknis antara Tim RI dan Tim USTR. Keduanya sepakat untuk menyusun kerangka kerja sama negosiasi tarif dengan target penyelesaian dalam waktu 60 hari.
Pertemuan lanjutan telah digelar pada Jumat (18/04) yang membahas berbagai isu seperti perizinan impor, perdagangan digital, kewajiban surveyor, local content, hingga tarif sektoral.
Proposal dari Indonesia disambut baik oleh pihak USTR yang kini tengah menyusun draft dokumen kerja sebagai acuan substansi negosiasi. Dengan tersedianya jeda waktu 90 hari dari kebijakan penundaan tarif, proses ini diharapkan mencapai kesepakatan substansial dalam 60 hari pertama, dan menyisakan 30 hari untuk persiapan implementasi hasil negosiasi.
Comments