Pengamat Ungkap 2 Upaya yang Harus Ditempuh Prabowo Agar Capai Swasembada Energi
Pajak.com, Jakarta – Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyampaikan dua langkah penting yang harus diambil Presiden Prabowo Subianto agar target swasembada energi dalam 4-5 tahun ke depan dapat tercapai.
Dalam pidato pelantikannya pada Minggu (20/10), Prabowo telah berkomitmen untuk mewujudkan kedaulatan energi dengan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dari sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Namun, Fahmy menilai bahwa kendala utama untuk mencapai tujuan ini adalah kurangnya teknologi yang memadai untuk mengolah sumber daya tersebut menjadi energi terbarukan.
“Masalahnya, Indonesia tidak memiliki teknologi untuk mengolah sumber daya energi tersebut menjadi EBT,” jelas Fahmy dalam keterangan resminya dikutip Pajak.com pada Selasa (22/10).
Tanpa teknologi yang diperlukan, rencana Prabowo untuk memanfaatkan sumber daya seperti kelapa sawit, singkong, tebu, sagu, serta energi panas bumi, batu bara, tenaga air, angin, dan matahari menjadi energi baru yang bersih tidak akan berhasil.
Fahmy kemudian menjelaskan bahwa ada dua langkah strategis yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar target tersebut bisa tercapai. Langkah pertama adalah menarik investor asing yang memiliki teknologi canggih di bidang energi terbarukan.
“Menarik investor asing pemilik teknologi untuk bekerja sama dengan perusahaan energi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam negeri,” ujar Fahmy.
Menurutnya, ini penting karena tanpa teknologi dari luar negeri, Indonesia akan sulit mencapai swasembada energi dalam waktu singkat.
Upaya pengembangan bio-diesel yang diinisiasi oleh Pertamina merupakan salah satu contoh dari kebutuhan teknologi tersebut. Pertamina telah mencoba mencampur solar dengan minyak kelapa sawit melalui program B-20, yang kemudian meningkat menjadi B-35 dan bahkan B-40.
Namun, program ini terhenti ketika Eni, mitra usaha dari Italia, menghentikan kerja sama dengan Pertamina. Di samping itu, program bio-diesel berbasis kelapa sawit juga berpotensi mengganggu produksi minyak goreng domestik, yang menjadi tantangan tambahan bagi pemerintah.
Langkah kedua, menurut Fahmy, adalah memperkuat riset dan pengembangan (R&D) di dalam negeri. Pemerintah perlu menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta universitas-universitas di Indonesia untuk menciptakan teknologi yang dibutuhkan guna mendukung program swasembada energi.
“Mengembangkan riset (R&D) di dalam negeri dengan menggandeng BRIN dan universitas-universitas Indonesia untuk menghasilkan teknologi yang dibutuhkan,” jelasnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam menciptakan inovasi teknologi energi jika diberi dukungan yang tepat. Namun, Fahmy juga mengingatkan bahwa riset dan pengembangan ini tidak akan memberikan hasil dalam waktu singkat.
“Upaya itu membutuhkan komitmen jangka panjang karena R&D membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar,” imbuhnya.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya komitmen jangka panjang dari pemerintah. Para menteri dalam Kabinet Merah Putih harus konsisten dan berkelanjutan dalam mendukung program ini.
“Tanpa upaya serius dan terus-menerus, komitmen Prabowo yang disampaikan pada pidato perdana sebagai Presiden untuk mencapai swasembada energi tak lebih hanya omon-omon saja,” pungkasnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah diharapkan dapat menghadapi tantangan besar dalam pengembangan energi terbarukan, dan target swasembada energi dapat tercapai dalam jangka waktu yang dijanjikan oleh Prabowo.
Comments