in ,

Pemerintah Tebar Insentif Demi Jaga Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen, Begini Respons APINDO 

Foto: PAJAK.COM

Pemerintah Tebar Insentif Demi Jaga Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen, Begini Respons APINDO 

Pajak.com, Jakarta – Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 4,9 persen menjadi 4,7 persen pada tahun 2025. Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun mengumumkan bahwa pemerintah resmi menebar insentif dan stimulus demi pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di kisaran 5 persen. Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ajib Hamdani merespons dan menyoroti beberapa hal terkait kebijakan tersebut.

Ajib mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 cukup mengkhawatirkan karena hanya berada pada kisaran 4,87 persen. Apabila bandingkan dengan kuartal I-2024 pertumbuhan ekonomi mampu mencapai 5,11 persen. Secara agregat pertumbuhan ekonomi tahun 2024 adalah sebesar 5,03 persen.

“Kuartal pertama biasanya pertumbuhan ekonomi cukup eskalatif karena ada siklus tahunan rutin, berupa Lebaran yang cukup mendongkrak perputaran uang dan konsumsi masyarakat. Dalam kondisi ceteris paribus ekonomi dan tidak ada intervensi pemerintah, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 bisa dibawah 4,87 persen,” ujarnya dalam kepada Pajak.com, (11/6/25).

Penyebab Pelemahan Pertumbuhan Ekonomi 

Ajib menganalisis, tren kuartal II-2025 menunjukkan indikator yang mengarah pada pelemahan ekonomi. Pasalnya, pada April dan Mei 2025, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur mengalami kontraksi dengan kisaran 46,7 dan 47,4. Kontraksi PMI Manufaktur ini secara umum memberikan gambaran dan menjadi indikator penurunan daya beli masyarakat.

Baca Juga  Kilang Pertamina Internasional Catat Kinerja Cemerlang 2024, “Yield Valuable” Produk Tembus 83,2 Persen

Menurutnya, kondisi pelemahan indikator makro pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 disebabkan karena empat hal. Faktor pertama, karena kemampuan konsumsi masyarakat yang secara riil mengalami penurunan. Hal ini didukung dengan data gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak awal tahun yang telah menyentuh lebih dari 70 ribu pada kuartal I-2025.

“Data kemiskinan di Indonesia juga mengalami peningkatan, bahkan dengan standardisasi World Bank, Indonesia yang masuk kategori miskin karena mencapai 60,3 persen pada tahun 2024. Kondisi ini sejalan dengan penurunan daya beli masyarakat,” ungkap Ajib.

Faktor kedua, pola government spending pada awal tahun 2025. Ajib mencatat, penerimaan pajak pada kuartal I-2025 hanya mencapai 14,7 persen dari target—yang idealnya bisa mencapai 20 persen. Kemudian pemerintah melakukan program efisiensi belanja, sehingga memberikan sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode awal tahun 2025.

Baca Juga  BGN Pastikan Tak Ada Kebijakan Menu MBG Berupa Bahan Mentah di Tangsel

Faktor ketiga, konstraksi ekonomi karena faktor eksternal, terutama karena kebijakan tarif Trump. Kondisi ini membuat permintaan barang terutama dari Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan dan neraca transaksi keuangan sejak April 2025. Kompleksitas kebijakan efek tarif Trump ini memberikan sentimen negatif selama kuartal II-2025.

Faktor keempat, pelambatan ekonomi terjadi karena sisi investasi yang lebih banyak terkonsentrasi pada sektor padat modal, sehingga multiplier effect terhadap penyerapan tenaga kerja kurang maksimal.

“Membandingkan data 10 tahun ke belakang, tahun 2014 setiap Rp1 triliun bisa menyerap sampai dengan 4.000 tenaga kerja. Sedangkan pada tahun 2024, setiap Rp1 triliun investasi menyerap kisaran 1.000 tenaga kerja. Target investasi tahun 2025 sebesar Rp1.905,6 triliun diharapkan bisa menyerap lebih dari 3,59 juta tenaga kerja baru,” ujar Ajib.

Dengan empat faktor tersebut, ia mendorong pemerintah untuk mendesain kebijakan orientasi jangka pendek pada Juni 2025 maupun dan bulan selanjutnya. Ajib berpandangan, program stimulus ekonomi yang fokus dengan pola Bantuan Langsung Tunai (BLT) akan efektif meningkatkan konsumsi masyarakat dan mendongkrak daya beli.

Baca Juga  Kideco Buka Jalan Elektrifikasi di Paser, ALVA Studio Hadir Perdana di Batu Kajang

“Harapannya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025 bisa lebih tinggi, atau minimal bertahan dibandingkan kuartal I-2025,” tandasnya.

Usulan untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pada semester II-2025, Ajib mendorong pemerintah untuk menjadikan government spending sebagai stimulus utama. Prinsip belanja pemerintah harus lebih mengedepankan spending better, yaitu prudent dalam melakukan pola belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan maksimal.

Secara simultan, pemerintah harus fokus dengan pro job creation serta ketahanan pangan dan energi. Hal ini sejalan dengan program Asta Cita Presiden Parbowo Subianto, yaitu meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas.

“Program yang didorong oleh menko bidang perekonomian sudah tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2025, minimal di angka 5 persen. Hal ini akan menjadi fondasi yang positif menjelang memasuki tahun 2026, karena pemerintah sudah mempunyai proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih eskalatif di kisaran 5,2 persen- 5,8 persen sesuai dengan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2026,” ungkap Ajib.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *