Menu
in ,

Pemerintah Sita Aset Tanah Obligor BLBI

Pemerintah Sita Aset Tanah Obligor BLBI

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara resmi menyita aset tanah milik para obligor/debitur penerima dana BLBI pada tahun 1997 sampai 1998 silam. Sebanyak 49 bidang tanah dengan luas 5.291.200 meter persegi yang telah disita pemerintah. Penyitaan dilakukan secara simbolis oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, di salah satu lokasi aset tanah milik Lippo Karawaci, Tangerang, pada Jumat (27/8).

“Aset-aset yang disita obligor BLBI adalah aset tanah dan bangunan di empat tempat berbeda. Untuk penguasaan fisik yang dilakukan tim, bahwa (sekarang) aset dimiliki oleh negara. Saya senang plang (tanda aset dikuasai negara) tertera banyak institusi di situ, sehingga semoga memberikan deterrent (efek jera) bagi mereka yang menggunakan secara tidak sah aset tersebut,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk Pengamanan Aset Tanah dan Bangunan BLBI.

Sri Mulyani merinci, negara telah menyita aset obligor BLBI yang tersebar di Medan, Pekanbaru, Bogor, dan Tangerang, yaitu:

  1. 44 bidang tanah seluas 251.992 m² di Perumahan Lippo Karawaci, Kelapa Dua, Tangerang.
  2. Tanah seluas 3.295 m² di Jalan Teuku Cik Ditiro Nomor 108, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.
  3. Tanah seluas 15.785 m² dan 15.708 m² di Jalan Bukit Raya Km. 10, Gg. Kampar 3 (Kawasan Kilang Bata) RT/RW 04/09, Sail, Bukit Raya, Pekanbaru.
  4. Dua bidang tanah total seluas 5.004.420 m² di Desa Cikopomayak, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat seluas 2.013.060 m2. Kemudian, tanah di Desa Neglasari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat seluas 2.991.360 m².

“Aset tanah seluas 251.992 m² yang berlokasi di Perumahan Lippo Karawaci, Kelapa Dua, Tangerang, misalnya, terletak di lokasi yang strategis dengan nilai tercatat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebesar Rp 1,33 triliun seluruh dokumen kepemilikan dari aset ini sudah atas nama Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),” jelas Sri Mulyani.

Setelah penyitaan, pemerintah membentuk Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang bertugas hingga Desember 2023.

Sri Mulyani menegaskan, penyitaan dilakukan karena sampai saat ini negara masih menanggung utang pokok dan beban bunga dari BLBI. Ia pun lantas mengulas asal mula pemberian dana BLBI dengan total senilai Rp 110,45 triliun itu.

“Kita memahami bahwa 22 tahun yang lalu tahun 97, 98, 99 terjadi krisis keuangan di Indonesia. Krisis keuangan tersebut mengenai perbankan yang menyebabkan banyak bank-bank mengalami kesulitan dan pemerintah dipaksa untuk melakukan apa yang disebut penjaminan blanket guarantee kepada seluruh perbankan Indonesia saat itu. Dan dalam situasi itu banyak bank yang mengalami penutupan atau merger atau akuisisi,” urainya.

Namun, dalam proses itu, dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, maka Bank Indonesia melakukan apa yang disebut bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami kesulitan. Bantuan likuiditas dibiayai dalam bentuk surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah dan sampai sekarang masih dipegang Bank Indonesia.

“Pemerintah selama 22 tahun, tentu dalam hal ini membayar pokoknya, juga membayar bunga utangnya. Karena sebagian BLBI itu ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang sebagian memang dinegosiasikan. Jadi ini persoalan sudah lama, namun kita harus masih menanggung biaya tersebut. Dan biaya tersebut yang sekarang ini kita coba melalui satgas BLBI untuk diminimalkan atau dikurangi atau dikompensasi, caranya adalah dengan melakukan negosiasi dengan para obligor dan debitur untuk membayar kembali,” jelas Sri Mulyani.

Sebelum melakukan penyitaan, Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah sebenarnya telah memanggul para obligor/debitur. Namun, mereka tidak menunjukkan niat baik—enggan menemui Satgas BLBI. Hingga akhirnya, Satgas memanggil nama-nama debitur itu melalui koran sebanyak tiga kali.

“Karena waktunya sudah sangat panjang lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, tapi mau bayar atau tidak,” kata Sri Mulyani.

Di kesempatan yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan, obligor/debitur BLBI dapat dipidanakan jika tak memenuhi pemanggilan serta pembayaran utang ke negara.

“Kalau para pengutang mangkir, tidak mengakui utangnya padahal jelas ada dokumen utangnya, itu bisa saja kasus ini, walaupun kami selesaikan secara perdata, bisa kami jadikan kasus pidana, bisa korupsi,” jelas Mahfud.

Mahfud mengatakan telah bertemu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu.

“Pemerintah meminta obligor dan debitur kooperatif memenuhi panggilan Satgas BLBI. Diberi waktu sampai Desember 2023, kita akan laporkan nanti sampai mana ini,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Agus Andrianto memastikan, pihaknya akan berkomitmen mengamankan dan melakukan proses hukum apabila terjadi kendala dalam pelaksanaan hak tagih negara.

“Kami juga akan melakukan upaya penegakan hukum apabila pelaksanaannya timbul ekses yang dapat mengganggu kebijakan pemerintah untuk memberikan hak negara tersebut,” jelasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version