Pemerintah Luncurkan Satgas Inklusi Keuangan Digital Perempuan, Perluas Akses Hingga Perdesaan
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah bersama berbagai pihak luncurkan Satuan Tugas (Satgas) Jejaring Advokasi Inklusi Keuangan Digital Perempuan untuk memperkuat inisiatif inklusi keuangan bagi perempuan di seluruh Indonesia. Pembentukan Satgas ini bertujuan menyatukan berbagai program yang telah berjalan agar lebih terarah dan berdampak, khususnya dalam memperluas akses layanan keuangan digital hingga ke daerah perdesaan.
Satgas ini dibentuk melalui Surat Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024, dengan fokus pada akses layanan keuangan, teknologi informasi, dan data terpilah berdasarkan gender.
Peluncuran Satgas ini melibatkan kolaborasi antara Kemenko Perekonomian dengan berbagai instansi, seperti Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Women’s World Banking.
“Perempuan memiliki peran penting dalam mencapai target kepemilikan rekening hingga 80%. Karena itu, program literasi dan edukasi keuangan bagi perempuan perlu ditingkatkan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan, dikutip Pajak.com pada Senin (18/11).
Ia menegaskan bahwa Satgas ini akan menjadi wadah koordinasi dan pemantauan agar semua pihak dapat belajar dari pengalaman satu sama lain. Menurutnya, kolaborasi dan inovasi adalah kunci dalam menciptakan kebijakan inklusi keuangan yang lebih efektif.
Data dari Laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa perempuan masih tertinggal dalam hal akses keuangan dibandingkan laki-laki. Tingkat kepemilikan rekening perempuan hanya 74,3 persen, sedangkan laki-laki mencapai 78,3 persen. Selain itu, penggunaan produk dan layanan keuangan oleh perempuan tercatat 88,1 persen, lebih rendah dibandingkan 89,3 persen pada laki-laki.
Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau BI Anastuty Kusumawardhani menyatakan bahwa perempuan adalah penopang utama ekonomi keluarga dan masyarakat. “Di BI, kami telah menjadikan pemberdayaan perempuan sebagai salah satu pilar utama dalam strategi ekonomi keuangan inklusif,” ungkapnya.
Di sisi lain, Direktur Inklusi Keuangan OJK Edwin Nurhadi, menyoroti potensi besar digitalisasi dalam memperluas akses keuangan. “Digitalisasi adalah game changer yang memastikan layanan keuangan lebih inklusif, terutama bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat perdesaan,” tuturnya.
Diskusi panel yang diadakan juga menyoroti pentingnya digitalisasi untuk menjembatani kesenjangan akses keuangan antara perempuan dan laki-laki, serta antara masyarakat perkotaan dan perdesaan. Kepala Kantor dan Direktur Regional Asia Tenggara Women’s World Banking Christina Maynes, mengungkapkan bahwa kesenjangan gender masih menjadi tantangan di sektor UMKM digital.
“Hanya 44 persen pelaku UMKM perempuan yang mampu bertahan dalam bisnis selama 3-5 tahun, dengan pendapatan 22 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Deputi Direktur Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking Vitasari Anggraeni, menekankan pentingnya mendukung digitalisasi UMKM perempuan, terutama bagi mereka yang berada di pedesaan dan penyandang disabilitas. “Riset kami menemukan bahwa perempuan di perdesaan menjadi ujung tombak bagi perluasan layanan keuangan. Dengan kolaborasi berbagai pihak, kita bisa mengeksplorasi lebih lanjut aksi yang tepat untuk mencapai inklusi keuangan yang lebih merata,” kata Vitasari.
Satgas ini beranggotakan 24 institusi pemerintah dan penyedia jasa keuangan. Cikal bakal pembentukan jejaring ini sudah dimulai sejak 2022 melalui kemitraan antara Women’s World Banking dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Selama ini, berbagai inisiatif telah dijalankan, seperti peningkatan literasi keuangan bagi perempuan dan lokakarya inklusi disabilitas.
Acara peluncuran ini dihadiri oleh perwakilan dari Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, perusahaan penyedia jasa keuangan, serta yayasan dan lembaga masyarakat. Langkah ini diharapkan mampu mempercepat upaya pemerintah dalam mencapai target inklusi keuangan, terutama bagi perempuan di seluruh Indonesia.
Comments