Menu
in ,

Pemberlakuan Cukai Plastik Hambat Pemulihan Industri

INAPLAS: Pemberlakuan Cukai Plastik Hambat Pemulihan Industri

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktur Pengembangan Bisnis dan Kemitraan Industri The Indonesia Olefin, Aromatic, and Plastic Industry Association (INAPLAS) Budi Susanto Sadiman keberatan atas rencana pemerintah untuk pemberlakuan cukai plastik pada tahun 2022. Sebab rencana itu akan menghambat pemulihan industri nasional.

“Kalau dari INAPLAS, kita tidak setuju, karena kalau kita urutkan mengenai pengajuan cukai plastik, kan, sudah dimulai tahun 2018, 2019. Sekarang tahun 2021. Nah, pada tahun 2018 situasinya berbeda dengan sekarang, industri tidak sedang dalam kondisi yang sensitif,” jelasnya dalam acara Market Review IDX Channel, pada (9/9).

Budi menilai, perluasan cukai plastik juga dapat menghambat penciptaan lapangan kerja yang telah termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Sekarang dengan ekonomi yang kinerjanya belum baik dikenakan lagi adanya cukai plastik, maka akan sulit untuk kita bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan ini tidak sesuai dengan UU Cipta Kerja,” tambahnya.

INAPLAS optimistis industri plastik bisa sangat menolong pemulihan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, ia meminta agar pemerintah lebih memerhatikan kebijakan perluasan cukai plastik untuk tidak diberlakukan.

“Kalau saya boleh sampaikan, bahwa nanti yang bisa sangat menolong kebangkitan ekonomi nasional adalah industri petrokimia dan plastik. Karena begitu ini siap buka, akan ada investasi besar sekali untuk pembangunan hulu petrokimia. Itu bisa membangun ekonomi nasional,” kata Budi.

Di tengah kondisi yang serba sulit, industri petrokimia dan plastik kinerjanya saja sudah baik, karena sangat dibutuhkan masyarakat untuk mendukung peralatan kesehatan dan berkaitan erat dengan industri pangan.

“Kira-kira 80 persen (pertumbuhan), bahkan selesai pandemi ini sebetulnya kita memiliki proyek-proyek yang bagus untuk Indonesia, yang nanti angkanya besar dibandingkan tadi penerimaan negara yang kecil-kecil itu. Industri ini akan investasi sebesar 20 miliar dollar AS, nanti ada penciptaan lapangan pekerjaan, pajak, cukai. Jadi jangan dihambat soal isu-isu cukai plastik ini,” ungkap Budi.

Tekait isu lingkungan, INAPLAS mengklaim, selama ini pihaknya yang mencetuskan program penanganan masalah sampah. Akan tetapi, Budi mengatakan, inisiatif itu tidak dijalankan pemerintah daerah.

Di sisi lain, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merekomendasikan kepada pemerintah agar menerapkan cukai terhadap produk plastik dan minuman berpemanis di tahun depan. Usulan itu telah tertuang dalam Hasil Keputusan Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Banggara DPR dalam pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2022.

Anggota Banggar DPR Hamka Baco Kady menekankan, pemerintah dapat melakukan kebijakan itu untuk menambah penerimaan negara. Pasalnya, UU Cukai akan memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai (BKC). Jika penerimaan negara naik, maka kian menekan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di tahun 2022 hingga 2023.

“Penerimaan cukai dapat diperluas, di antaranya dengan percepatan pengenaan cukai kantong plastik dan perluasan pengenaan cukai pada produk plastik, serta memulai proses regulasi untuk penerapan cukai terhadap soda dan pemanis makanan minuman,” jelasnya dalam rapat kerja DPR bersama pemerintah.

Hamka mengatakan, jika pemerintah hanya mengandalkan cukai hasil tembakau (CHT) saja, realisasi penerimaan cukai sulit melejit. Terlebih, pada 2023 defisit APBN harus berada di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Menurut Hamka, bila tahun depan usulan pemberlakuan cukai plastik dilakukan, implementasinya akan lebih efektif di tahun setelahnya. Sebab sudah ada penyesuaian di tahun 2022.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, pihaknya tengah menganalisis usulan pemberlakuan cukai plastik di tahun depan. Ia memastikan, setiap implementasi kajian BKC harus komprehensif karena menyangkut keberlangsungan banyak masyarakat.

“Berbagai aspek perlu dikaji secara mendalam, sejalan dengan kondisi aktual penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi secara berkelanjutan,” kata Askolani.

Potensi penerimaan dari penambahan BKC mencapai Rp 13 triliun per tahun, yang berasal dari dua barang kena cukai baru, yakni plastik dan minuman bergula dalam kemasan. Secara keseluruhan, penerimaan cukai ditargetkan mencapai sebesar Rp 182,46 triliun sampai dengan Rp 187,68 triliun di tahun 2022.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version