Menu
in ,

PDB Global Turun Bila Tak Selesaikan Masalah Gender

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap, Produk Domestik Bruto (PDB) global dapat turun hingga 1 triliun dollar AS, apabila dunia tidak menyelesaikan permasalahan gender di masa pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Hal itu ia kutip dari hasil penelitian McKinsey Global Institute. Menurut Sri Mulyani, penyelesaian masalah gender dapat dilakukan melalui program yang fokus pada inklusi digital dan finansial, penguatan Keluarga Berencana (KB), kesehatan ibu, menyelesaikan hak para pekerja, serta merawat masyarakat berusia lanjut.

“Bila kita semua mengambil tindakan untuk meningkatkan kesetaraan gender, GDP global tidak turun, bahkan pada tahun 2023 dapat tumbuh hingga 13 triliun dollar AS. Angka yang begitu signifikan,” tulis Sri Mulyani dalam Instagram resminya, yang juga disampaikannya dalam acara B20 Women in Business Action Council, dikutip Pajak.com (20/6).

Ia memastikan, Indonesia telah berproses signifikan dalam menerapkan kebijakan kesetaraan gender. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 53 persen dari keseluruhan tenaga kerja di Indonesia saat ini merupakan perempuan.

“Akan tetapi, sebanyak 62 persen dari tenaga kerja berada di sektor informal. Padahal, tingkat inklusi keuangan perempuan di Indonesia lebih tinggi 5 persen dibandingkan dengan laki-laki. Presiden Joko Widodo telah menargetkan pengentasan kemiskinan absolut pada 2024. Pada konteks ini peran perempuan menjadi sangat penting. Ini menjadi tugas pemerintah yang selaras dengan agenda pembangunan nasional,” ungkap Sri Mulyani.

Di sisi lain, ia mengakui, target itu tidak mudah. Diperlukan inklusi keuangan untuk mengakselerasi peran perempuan dalam mengentaskan kemiskinan. Adapun, inklusi keuangan adalah sebuah kondisi anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas, tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau.

“Tingkat inklusi keuangan perempuan di Indonesia lebih tinggi 5 persen daripada laki-laki. Akan tetapi, meskipun inklusi keuangan perempuan hampir sama atau bahkan lebih tinggi dari laki-laki, tapi akses finansial terhadap perempuan yang ingin melakukan usaha masih berada di bawah,” ujar Sri Mulyani.

Ia menilai, saat ini masih adanya bias diantara para peminjam modal, sehingga peran perempuan terhadap perekonomian belum optimal. Padahal, bila semua pihak berinvestasi pada perempuan, berarti Indonesia telah menanamkan modal pada masa depan bangsa.

“Itulah mengapa kami masih memiliki pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesetaraan gender untuk akses finansial. Upaya mencapai kesetaraan akses keuangan harus dimulai dari akar, yakni kaum perempuan harus mendapat akses pendidikan yang setara dengan laki-laki. Dengan adanya literasi keuangan yang baik, kaum perempuan akan menciptakan peluang ekonomi bagi Indonesia,” jelas Sri Mulyani.

Ia menekankan, akses pendidikan bagi kaum perempuan tidak hanya meningkatkan martabat perempuan, namun memiliki implikasi yang sangat penting pada pola asuh anak dan keluarga. Maka dari itu, perempuan merupakan titik awal kemajuan bangsa.

“Perempuan yang juga aktif sebagai pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan pekerja sektor informal menjadi yang paling terdampak selama krisis pandemi COVID-19. Selain mengurus persoalan rumah tangga, mereka juga harus mempertahankan bisnis mereka dari badai krisis dan ancaman putus kerja,” ungkap Sri Mulyani.

Pentingnya peran dan tantangan perempuan membuat pemerintah memberikan pelbagai dukungan dalam bentuk kebijakan subsidi bunga untuk modal perdagangan. Ia pun berharap langkah seirama juga dilakukan oleh penyedia jasa teknologi finansial (fintech), utamanya untuk meningkatkan akses keuangan kepada pelaku UMKM yang diampu oleh perempuan.

“Bantuan pemerintah kepada perempuan pelaku UMKM belum sepenuhnya maksimal. Banyak diantara pekerja perempuan informal yang belum tersentuh dan terjangkau oleh program pemerintah. Pemerintah masih kesulitan dalam mengidentifikasi perempuan yang berprofesi sebagai pekerja sektor informal. Pemerintah berharap lembaga keuangan digital dapat meningkatkan layanan keuangan kepada para pelaku UMKM perempuan, agar hal tersebut berimplikasi kepada mengurangi potensi krisis keuangan, merangsang investasi, dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version