Menu
in ,

Menkeu: Stabilitas Sistem Keuangan dalam Kondisi Normal

Pajak.comJakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, stabilitas sistem keuangan untuk triwulan ketiga tahun 2021 berada dalam kondisi normal, seiring dengan penurunan kasus Covid-19 secara signifikan. Ia menyebut, stabilitas sistem keuangan dalam kondisi normal ini didukung oleh keberhasilan Indonesia menangani Covid-19 terutama saat terjadi lonjakan kasus akibat varian Delta pada Juni lalu.

Perkembangan penanganan yang positif ini, menurutnya mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan mobilitas masyarakat, sehingga aktivitas ekonomi juga secara bertahap menunjukkan pemulihan.

Ia pun memaparkan beberapa indikator pulihnya aktivitas ekonomi yang bisa direkam hingga September 2021 antara lain Purchasing Manager Index atau PMI Manufaktur yang kembali telah masuk pada zona ekspansif yaitu pada level 52,2.

“Kita juga melihat indikator mobilitas penduduk meningkat, indeks belanja masyarakat, penjualan kendaraan bermotor, penjualan semen, serta konsumsi listrik di sektor industri dan bisnis yang menunjukkan ekspansi. Sementara itu, laju inflasi tetap terkendali di level 1,6 persen year on year,” jelasnya saat memberikan keterangan pers KSSK secara virtual, pada Rabu (27/10).

Dari sisi eksternal, ia menyebut bahwa surplus neraca perdagangan masih terus berlanjut. Pada September 2021, surplus neraca perdagangan mencapai 4,37 miliar dollar AS. Sementara secara kumulatif Januari hingga September, surplus neraca perdagangan mencapai 25,07 miliar dollar AS.

Dia juga mengatakan, posisi cadangan devisa Indonesia berada pada tingkat 146,87 miliar dollar AS atau setara dengan 8,9 bulan impor barang dan jasa.

“Perkembangan yang sangat positif ini tidak terlepas dari upaya-upaya penguatan dan sinergi serta koordinasi kebijakan antara pemerintah bersama-sama dengan BI, OJK, dan LPS (KSSK) di dalam rangka kita bersama-sama terus menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong serta mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional,” tegasnya.

Ia menilai, penurunan kasus harian Covid-19 sejak akhir Juli 2021 dan peningkatan aktivitas ekonomi berimplikasi positif terhadap realisasi pendapatan negara.

Per September 2021, lanjutnya, pendapatan negara mencapai Rp 1.354,8 triliun atau 77,7 persen dari target, tumbuh sebesar 16,8 persen (yoy), ditopang oleh meningkatnya penerimaan pajak sebesar 13,2 persen, kepabeanan dan cukai mencapai 29 persen, dan PNBP 22,5 persen.

Sri Mulyani pun memastikan terus mengoptimalkan kinerja belanja negara. Per September 2021, belanja Kementerian/Lembaga (K/L) tumbuh 16,1 persen (yoy) terutama didorong realisasi belanja modal yang tumbuh 62,2 persen (yoy), serta belanja barang yang tumbuh 42,4 persen (yoy).

“Selain untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas serta pengadaan peralatan, belanja modal juga ditujukan untuk merealisasikan program padat karya yang mencakup 1,23 juta tenaga kerja penerima manfaat,” sambungnya.

Sementara itu, realisasi belanja barang digunakan antara lain untuk mendukung akselerasi program PEN dalam pengadaan 107,3 juta dosis vaksin dan pelaksanaan vaksinasi, klaim perawatan 511,7 ribu pasien, bantuan kepada 12,7 juta pelaku usaha mikro, serta bantuan subsidi upah bagi 5,07 juta pekerja/buruh.

Ia juga menyinggung reformasi struktural yang tengah ditempuh pemerintah melalui penguatan landasan bagi sistem perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dia berharap, dengan penataan ulang sistem perpajakan melalui UU HPP dapat tercipta asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional.

Dalam jangka pendek, upaya tersebut sejalan dan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari upaya percepatan pemulihan ekonomi yang saat ini terus dilakukan.

“Sementara dalam jangka panjang, langkah tersebut akan menjadi pijakan yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan yang sangat dinamis,” tuturnya.

Adapun reformasi dilakukan melalui penguatan administrasi perpajakan (KUP), program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS), serta perluasan basis perpajakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam PPh, PPN, cukai, termasuk pengenalan pajak karbon.

“Kebijakan pajak karbon akan menjadi salah satu tahapan dalam roadmap menuju green economy yang akan mendukung peningkatan daya saing Indonesia di tingkat global, dan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian di masa depan,” tutupnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version