Ketidakpastian Pasar Keuangan Global Semakin Meningkat, BI Soroti Dampaknya
Pajak.com, Jakarta – Ketidakpastian di pasar keuangan global terus meningkat, seiring dengan melambatnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. Bank Indonesia (BI) mencatat beberapa faktor utama yang menjadi pendorong ketidakstabilan ini, termasuk kebijakan perdagangan proteksionis Amerika Serikat (AS) yang meluas, inflasi global yang lebih tinggi, serta ketegangan geopolitik di berbagai negara.
Rencana AS untuk menaikkan tarif impor yang mencakup lebih banyak komoditas dan negara telah memicu risiko fragmentasi perdagangan internasional. BI memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memperlemah pertumbuhan ekonomi global, yang diprediksi turun dari 3,2 persen pada 2024 menjadi 3,1 persen pada 2025.
“Ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, dikutip Pajak.com pada Kamis (19/12).
Selain itu, gangguan pada rantai suplai global telah meningkatkan inflasi dunia melebihi prakiraan sebelumnya. Di AS, inflasi yang tinggi membuat penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (Fed Funds Rate/FFR) berlangsung lebih lambat. Hal ini turut menjaga imbal hasil (yield) US Treasury pada tingkat yang tinggi, baik untuk tenor jangka pendek maupun panjang, sehingga memperkuat posisi dollar AS di pasar global.
Penguatan dollar AS memicu tekanan pada mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Para investor global kembali mengalihkan portofolio mereka ke AS, yang menyebabkan aliran modal asing ke pasar negara berkembang melemah. Situasi ini, menurut BI, memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk mengurangi dampak negatif terhadap perekonomian domestik.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Masih Terkendali
Di tengah ketidakpastian global, BI optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang didukung oleh permintaan domestik. Pada kuartal IV-2024, investasi diproyeksikan tetap positif, terutama berkat penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) dan insentif investasi dari pemerintah. Konsumsi rumah tangga juga tetap tumbuh, didukung oleh kepercayaan konsumen yang stabil dan dampak Pilkada di berbagai daerah.
Namun, ekspor nonmigas diprediksi melambat akibat lemahnya pertumbuhan ekonomi global. BI mencatat bahwa sektor industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran menjadi penopang utama perekonomian nasional. Untuk tahun 2024, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di kisaran 4,7–5,5 persen, dan meningkat menjadi 4,8–5,6 persen pada 2025.
Untuk menghadapi tantangan ini, Perry menjelaskan bahwa pihaknya akan memperkuat bauran kebijakan, termasuk optimalisasi kebijakan makroprudensial dan percepatan digitalisasi transaksi pembayaran.
“Oleh karena itu, Bank Indonesia memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, reformasi struktural di sektor ekonomi juga perlu diperkuat untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan daya saing nasional. Langkah ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat.
Comments