Menu
in ,

Jokowi Perintahkan Tidak Asal Naikkan Harga BBM

Tidak Asal Naikkan Harga BBM

FOTO: IST

Jokowi Perintahkan Tidak Asal Naikkan Harga BBM

Pajak.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan telah memerintahkan jajarannya untuk tidak asal naikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar. Semua harus dihitung secara detail karena kenaikan harga BBM akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat yang bermuara pada tingginya inflasi.

Pernyataan Jokowi ini untuk menanggapi isu perihal rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kabarnya, jenis Pertalite akan dinaikkan dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

“Semuanya saya suruh, hitung betul, hitung betul sebelum diputuskan. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, jadi semuanya harus diputuskan secara hati-hati, dikalkulasi dampaknya, jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga,” jelasnya kepada awak media usai meninjau progres renovasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), di Jakarta, (23/8).

Jokowi juga mengaku telah mengingatkan jajarannya mengenai dampak kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional bila harga BBM bersubsidi dinaikkan.

“Kemudian juga nanti yang harus dihitung juga menaikkan inflasi yang tinggi, selanjutnya bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi, maka hitung betul-betul,” kata Jokowi.

Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, ada dua sisi pertimbangan perihal BBM bersubsidi. Pertama, jika pemerintah mengambil opsi menaikkan harga BBM, maka daya beli masyarakat akan tertekan yang berujung pada inflasi.

Namun, ternyata konsumsi terbesar dari BBM adalah masyarakat menengah atas yang berjumlah 60 persen dari populasi. Dalam beberapa bulan terakhir konsumsi dari kelompok ini meningkat drastis, salah satunya disebabkan peralihan dari pengguna Pertamax dan Pertalite.

“Jadi kita harus memilih atau mencoba mencari supaya masyarakat yang 40 persen yang terbawah ini, yang memang harus menjadi fokus kita. Mungkin bisa direspons dengan penambahan bantuan sosial (bansos). Karena daya beli beda-beda yang lebih rendah rasanya akan lebih berat, ini yang harus bisa dikompensasi secara tepat waktu, jumlah, dan mekanisme pas. Itu yang sedang dihitung,” jelas Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR, (23/8).

Kedua, bila pemerintah mengambil opsi menahan harga BBM, maka yang tertekan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sri Mulyani memproyeksi, bila BBM tidak dinaikkan, maka tambahan subsidi dengan kuota menjadi 29 juta kiloliter akan mencapai sebesar Rp 196 triliun.

Artinya, anggaran subdisi BBM membengkak menjadi Rp 698 triliun dari Rp 502 triliun. Di sisi lain, dalam Rancangan APBN Tahun Anggaran 2023, defisit tidak bisa lagi melewati level 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Terdapat konsekuensi, karena ruang fiskal untuk 2023 menjadi terbatas. Sebab tambahan subsidi baru bisa dibayarkan pada tahun depan. Nah ini kalau tidak selesai, meluncur lagi ke 2023. Ada pemilu dan segala macam, jadi harus liat APBN secara sangat teliti,”  ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga memastikan, pemerintah akan mengkaji kebijakan kenaikan BBM dengan saksama. Secara simultan, pemerintah juga sedang menggodok rencana pemberian bantuan perlindungan sosial bagai masyarakat yang terdampak.

“Tentu, kita sedang mengalkulasi juga kebutuhan terkait subsidi BBM dan kompensasi dalam berbagai program yang sedang berjalan, ada pelindungan sosial. Ini seperti yang kita lakukan pada saat penanganan COVID-19,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2023, (17/8).

Terpenting, pemerintah juga terus melakukan kajian secara detail mengenai dampak inflasi bila harga BBM bersubsidi dinaikkan. Ia memastikan, pemerintah sudah mengerahkan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah untuk mendorong agar program kebijakan keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi, serta komunikasi secara efektif dengan masyarakat.

“Terkait dengan BBM (bersubsidi), tentu pemerintah saat sekarang dalam status melakukan review akibat dari kenaikan harga, baik dari segi volume maupun kebijakan selanjutnya. Dari kajian tersebut pemerintah memperhitungkan potensi kenaikan inflasi dan juga terkait efek terhadap PDB. Tentu tantangan hyperinflation bisa kita tangani di tahun ini. Demikian pula di tahun depan,” ujar Airlangga.

Ia menyebutkan, harga BBM Indonesia masih relatif murah dibandingkan dengan negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) lainnya. Contoh, harga Pertalite di Thailand sekitar Rp 19.500 per liter, Vietnam sebesar Rp 16.645, dan Filipina Rp 21.352.

“Kita lihat harga keekonomian Pertamax sebenarnya Rp 15.150 per liter, namun harga eceran saat ini masih Rp 12.500. Demikian pula dengan harga Pertalite yang keekonomiannya Rp 13.150, harga eceran masih diberikan Rp 7.650,” kata Airlangga.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version