in ,

Ini Alibi Menkeu Sri Mulyani Tunda Laporan APBN 2025 Selama 1 Bulan

Laporan APBN 2025
FOTO: Nadia Amila/Pajak.com

Ini Alibi Menkeu Sri Mulyani Tunda Laporan APBN 2025 Selama 1 Bulan

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunda rilis laporan APBN KiTA untuk Januari 2025, yang seharusnya sudah dipublikasikan sejak Februari. Menteri Keuangan (Wamenkeu) Sri Mulyani dalam konferensi pers pada Kamis, 13 Februari 2025, menjelaskan alasan di balik keterlambatan ini. Menurutnya, data keuangan negara masih belum stabil.

Sri Mulyani menyatakan bahwa laporan APBN 2025 ditunda untuk memastikan data yang lebih akurat dan dapat diperbandingkan.

“Kita melihat bahwa datanya masih belum stabil karena berbagai faktor. Kami mempertimbangkan untuk menunggu sampai data cukup stabil, sehingga kami bisa memberikan laporan mengenai pelaksanaan APBN 2025 dengan dasar yang lebih stabil dan dapat diperbandingkan—mungkin istilahnya membandingkan mangga dengan mangga—sehingga tidak terjadi salah interpretasi,” ujar Sri Mulyani di Jakarta.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara akan memaparkan perkembangan belanja dan pelaksanaan infrastruktur, sementara dari sisi pendapatan negara akan dijelaskan oleh Anggito Abimanyu. Sementara itu, Thomas Djiwandono akan membahas aspek pembiayaan dalam APBN 2025.

Baca Juga  Awal Pemerintahan Prabowo, APBN Alami Defisit Rp31,2 Triliun hingga Februari 2025

Kekhawatiran Publik dan Investor

Penundaan ini menimbulkan spekulasi, terutama di kalangan ekonom dan pelaku pasar. Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, menilai bahwa transparansi APBN sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan stabilitas ekonomi.

“Jika laporan APBNKita terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu berbagai dampak negatif,” tulis Achmad beberapa waktu lalu.

Dampak dari kurangnya transparansi ini dapat dirasakan di pasar keuangan. Investor membutuhkan kepastian terkait kondisi fiskal negara, dan ketidakjelasan bisa mendorong capital outflow yang melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, pasar obligasi juga bisa terdampak karena investor mempertimbangkan kredibilitas pemerintah dalam menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN).

Baca Juga  PMI Manufaktur Indonesia Catat Rekor Tertinggi, Tembus Level 53,6 pada Februari 2025

Menurut Achmad, beberapa pihak juga mempertanyakan apakah keterlambatan ini berkaitan dengan kondisi fiskal yang memburuk. Dalam laporan APBN 2024, penerimaan negara mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi global dan turunnya harga komoditas utama seperti batu bara dan minyak sawit.

Jika penerimaan negara tidak sesuai target, bisa jadi pemerintah ingin menunda rilis data untuk menghindari sentimen negatif di pasar. Pasalnya, jika pendapatan negara turun signifikan, investor bisa meragukan stabilitas ekonomi Indonesia, yang berujung pada penurunan minat terhadap investasi di dalam negeri.

Selain itu, tahun politik juga bisa berpengaruh pada kebijakan fiskal. Dengan pemilu yang baru saja selesai, kemungkinan adanya tekanan politik untuk meningkatkan belanja sosial dan infrastruktur cukup besar. Jika penerimaan negara tidak tumbuh sesuai ekspektasi, defisit APBN bisa melebar, dan pemerintah mungkin harus meningkatkan utang untuk menutup kekurangan anggaran.

Achmad mengungkapkan bahwa sejumlah ekonom dan pelaku pasar mendesak Kemenkeu untuk segera merilis laporan APBN guna menghindari spekulasi liar di pasar.

Baca Juga  Posisi Investasi Internasional Indonesia Turun Jadi 245,3 Miliar Dolar AS pada Kuartal IV-2024

Tanpa data yang jelas, berbagai asumsi dan rumor bisa berkembang, yang berpotensi memperburuk persepsi terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Selain itu, kredibilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara juga dipertaruhkan.

Indonesia selama ini dikenal memiliki manajemen fiskal yang cukup baik dibanding negara berkembang lainnya. Namun, jika transparansi mulai dikorbankan, kepercayaan publik dan investor bisa tergerus.

Masyarakat dan dunia usaha juga bergantung pada laporan APBN untuk menyusun strategi bisnis mereka.

“Jika data tersebut tidak tersedia, maka perusahaan mungkin akan bersikap lebih konservatif dalam pengambilan keputusan bisnis, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

“Jika pemerintah tidak segera merilis laporan APBNKita, maka publik mungkin akan mulai mempertanyakan apakah ada sesuatu yang sedang disembunyikan,” pungkasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *