Imbas Tarif Impor AS, DEN Sebut Indonesia Berpotensi Tarik Relokasi Industri dari Cina
Pajak.com, Jakarta – Kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap Cina sebesar 10 persen membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik relokasi industri dari Negeri Tirai Bambu. Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri, menilai bahwa penerapan tarif ini berpotensi mendorong perusahaan-perusahaan manufaktur mencari basis produksi baru di negara-negara yang tidak dikenakan tarif impor AS, termasuk Indonesia.
Hingga saat ini, tarif impor 10 persen yang diberlakukan AS masih terbatas pada Cina. Namun, Chatib menekankan bahwa kebijakan ini tidak bisa dilihat secara parsial, melainkan harus dianalisis secara lebih luas.
“Dengan penerapan tarif 10 persen terhadap Cina dan juga ada trade war antara Amerika dengan Cina itu bukan tidak mungkin basis produksi akan berpindah dari Cina ke negara-negara yang tidak dikenakan import tarif. Salah satunya Indonesia,” ujar Chatib dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, dikutip Pajak.com pada Jumat (7/2/2025).
Dalam kondisi seperti ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menarik relokasi industri dari Cina. Namun, peluang tersebut hanya dapat dimanfaatkan jika pemerintah mampu menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, menjaga konsistensi kebijakan, dan memberikan kepastian usaha bagi investor.
“Itulah yang tadi kami sampaikan kepada Bapak Presiden [Prabowo Subianto] pentingnya untuk perbaikan iklim investasi, konsistensi dari kebijakan, kepastian usaha. Karena kalau ini yang terjadi maka posisi Indonesia sebetulnya bisa diuntungkan,” tambahnya.
Menurut Chatib, relokasi industri dari Cina sejauh ini lebih banyak mengarah ke Vietnam. Namun, jika kapasitas Vietnam sudah penuh, Indonesia berpotensi menjadi tujuan selanjutnya.
“Karena ada relokasi dari basis produksi dari Cina kepada Vietnam dan mungkin kalau Vietnam nanti terlalu penuh akan lari kepada Indonesia. Jadi ada semacam simulasi yang dilakukan dari perhitungannya itu menguntungkan Indonesia. Tetapi syaratnya adalah bahwa kita harus melakukan reform,” jelas Chatib.
Menurutnya, sektor yang paling terdampak tarif impor AS akan mencari lokasi produksi yang lebih murah. Jika tarif naik lebih tinggi lagi, perusahaan akan semakin terdorong untuk berpindah ke negara dengan biaya produksi yang lebih kompetitif.
“Saya kira semua sektor yang oleh Amerika dikenakan tarif dia akan cari. Karena Anda bayangkan aja, kalau 10 persen itu kan margin Anda 10 persen berbeda. Kalau dinaikkan lebih tinggi lagi dia akan cari basis yang paling murah. Jadi itu bisa terjadi pada manufacturing, dia bisa terjadi juga pada berbagai industri. Makanya kami melihat bahwa kesempatan ini adalah kesempatan yang sangat baik digunakan,” terangnya
Untuk meningkatkan daya saing investasi, Chatib juga menyoroti pentingnya digitalisasi melalui konsep government technology (GovTech) yang telah diusulkan dalam pertemuan sebelumnya. Ia menilai bahwa digitalisasi antar-lembaga pemerintah akan mempercepat proses perizinan dan meningkatkan efisiensi birokrasi.
“Kalau ingat pada waktu meeting dan yang lalu, kami mengusulkan mengenai GovTech digitalisasi. Dan salah satu perbaikan dari investment climate itu bisa diatasi, bisa dilakukan. Kalau digitalisasi di antara lembaga pemerintah itu bisa berjalan sehingga prosesnya menjadi jauh lebih cepat,” pungkasnya.
Dengan peluang relokasi industri yang terbuka lebar, langkah reformasi dan digitalisasi menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi penonton, tetapi benar-benar menarik investasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Comments