Menu
in ,

Geopolitik Rusia – Ukraina Picu Kenaikan Harga Komoditas

Geopolitik Rusia - Ukraina

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap, peningkatan tensi geopolitik Rusia dan Ukraina telah berimbas pada kenaikan harga komoditas dan inflasi yang ekstrem. Pemerintah akan terus mewaspadai kondisi itu melalui formula kebijakan yang tepat. Secara simultan, Indonesia berkomitmen memperkuat kerja sama dengan negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) untuk menghadapi tantangan ini.

Downside risk pemulihan ekonomi, baik di masing-masing negara, di kawasan, maupun secara global meningkat secara signifikan. Efek limpahan kenaikan harga komoditas yang sangat ekstrem yang kemudian membuat inflasi menciptakan tantangan pada pilihan kebijakan yang sangat kompleks di masing-masing negara, baik itu melalui pengetatan kebijakan fiskal-moneter untuk menstabilkan inflasi atau akan terus mendukung pemulihan ekonomi dan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang selama dua tahun ini menderita akibat pandemi. Ini benar-benar suatu tantangan yang sangat serius bagi semua pembuat kebijakan termasuk di ASEAN,” jelas Sri Mulyani dalam acara ASEAN Finance Minister and Central Bank Governor Meeting (AFMGM) Session with International Financial Institutions, yang dilakukan secara virtual, (8/4).

Menurutnya, bagi Indonesia yang merupakan negara penghasil komoditas, peningkatan harga komoditas memiliki dua dampak. Pertama, secara implisit akan mendorong peningkatan pendapatan negara sehingga akan lebih mudah bagi Indonesia untuk secara gradual menurunkanase defisitnya dari tahun ke tahun. Kedua, menciptakan pilihan kebijakan untuk memberikan tambahan subsidi bagi masyarakat untuk melindungi dari dampak inflasi.

Sebagai gambaran, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia tercatat meningkat 11,44 persen secara bulanan atau 58,58 persen secara tahunan menjadi 95,72 dollar AS per barel. Kemudian, peningkatan juga terjadi pada harga batu bara, minyak kelapa sawit, minyak kernel, nikel, timah, emas, tembaga, dan karet. Peningkatan harga yang cukup besar secara bulanan terjadi pada komoditas batu bara yang naik 16,56 persen dan kenaikan minyak kelapa sawit 13,2 persen.

“Pilihan kebijakan bagi Indonesia yang pasti, pertama adalah kita harus melindungi masyarakat dari goncangan lainnya pascapandemi. Kedua, terus mendukung pemulihan ekonomi terutama dari sisi bisnis dan produksi. Namun, ketiga, kita harus terus menjaga kesehatan fiscal tools kita agar berkelanjutan dan terus menciptakan stabilitas,” jelas Sri Mulyani.

Salah satu implementasi pada kebijakan pertama, yakni memberikan pelbagai bantuan sosial (bansos), yang terdiri dari subsidi langsung untuk penerima program Kartu Sembako sebanyak 18,8 juta orang, ditambah 2 juta penerima program Keluarga Harapan (PKH). Kemudian, bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng sebesar Rp 300 ribu untuk tiga bulan kepada 2,5 juta pedagang kaki lima (PKL) atau pemilik warung dan keluarga miskin. Selanjutnya, melanjutkan program BLT dana desa. Selain itu, demi membantu dan menjaga daya beli para pekerja berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta, ada program Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 1 juta.

Secara simultan, Direktur Pelaksana Bank Dunia periode 2014–2016 ini juga menekankan pentingnya memperkuat kerja sama regional dalam menghadapi situasi global yang menantang. Menurut Sri Mulyani, ASEAN harus menjadi role model, bahwa kerja sama dapat terus dilanjutkan untuk melindungi kinerja ekonomi regional di situasi tersulit sekalipun. Selain itu, ASEAN harus tetap kompak dalam melindungi masyarakat dan dunia usaha dari goncangan pandemi COVID-19 serta kenaikan harga komoditas.

“Saya sangat menghargai kerja sama yang kuat dan berkelanjutan dari ASEAN, dan kami berharap semangat kerja sama seperti ini akan terus berlanjut. Menjadi simbol yang sangat penting dari organisasi ASEAN,” harap Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version