Menu
in ,

BKF: PMI Manufaktur Turun Jadi 53,9 di November

BKF: PMI Manufaktur Turun Jadi 53,9 di November

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level 53,9 pada November 2021 atau jauh lebih rendah dibandingkan Oktober 2021, yakni 57,2. Kendati menurun, PMI manufaktur di November masih mengalami zona ekspansif. Seperti diketahui, tahap ekspansif sektor manufaktur ditandai oleh angka PMI yang berada di atas 50.

Kepala BKF Febrio Kacaribu menekankan, meskipun terjadi penurunan di bulan November, angka PMI manufaktur tetap menggambarkan kondisi bisnis yang masih bergerak ke arah pemulihan ekonomi.

“Angka ini menunjukkan bahwa langkah pengendalian pandemi semakin membuahkan hasil. Namun, pemerintah akan tetap mewaspadai dan mengantisipasi dinamika perkembangan pandemi. Upaya pengendalian akan terus dilanjutkan agar pemulihan ekonomi, khususnya sektor manufaktur dapat semakin kuat dan konsisten,” kata Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, pada (1/12).

Ia menjelaskan, penurunan kinerja bermula dari output dan permintaan baru mengalami ekspansi selama tiga bulan berturut-turut, meskipun sedikit melambat. Permintaan tenaga kerja juga meningkat seiring ekspansi dari produksi. Namun, masih terjadi akumulasi penumpukan pekerjaan akibat peningkatan permintaan serta kendala pengiriman.

“Penundaan pengiriman keluar dan kenaikan produksi menyumbang penurunan pada November. Penumpukan pekerjaan mengalami akumulasi menunjukkan bahwa kenaikan permintaan dan hambatan pengiriman mendorong kenaikan pekerjaan yang belum terselesaikan. Tentu saja, waktu pemenuhan pesanan jadi terus memburuk di sektor manufaktur Indonesia di tengah-tengah laporan kemacetan pengiriman dan lalu lintas. Selanjutnya, aktivitas pembelian mencatatkan peningkatan sehingga meningkatkan stok pembelian. Hal yang sama terlihat pada stok hasil produksi yang meningkat, sebagai akibat peningkatan produksi dan penundaan pengiriman,” jelas Febrio.

Selain itu, BKF menganalisis, tekanan harga adalah masalah lain yang harus terus dihadapi oleh perusahaan manufaktur Indonesia. Harga input dan biaya output kembali naik pada bulan November. Inflasi harga input mengalami akselerasi pada November ke posisi tinggi delapan tahun, didorong oleh kenaikan biaya bahan baku, transportasi, dan kekurangan dari pihak pemasok. Alhasil, perusahaan manufaktur berlanjut meneruskan beban kenaikan biaya kepada konsumen.

“Hambatan pasokan terus memengaruhi negara di Asia Tenggara, perusahaan melihat waktu pemenuhan pesanan lebih lama dan tekanan harga masih terus ada. Namun demikian, tingkat perpanjangan waktu pengiriman dari pemasok berkurang pada November, kemungkinan menggambarkan tanda-tanda perbaikan menuju akhir tahun,” kata Febrio.

Sementara itu, sentimen bisnis secara keseluruhan bertahan positif pada November, tetapi turun ke posisi terendah dalam 18 bulan. Melihat perkembangannya, inflasi masih berpotensi menguat secara bertahap seiring dengan perkembangan positif mobilitas masyarakat.

“Nataru (Natal dan tahun baru) diperkirakan menjadi momen peningkatan konsumsi, sehingga dapat mendorong kenaikan inflasi. Namun, potensi tekanan inflasi lebih tinggi diperkirakan akan relatif minimal seiring dengan kebijakan pemerintah menghapus libur Nataru serta penerapan kebijakan pengetatan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) di seluruh wilayah Indonesia. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, outlook inflasi sepanjang tahun 2021 diperkirakan berada pada kisaran 1,9 persen dibandingkan tahun lalu,” kata Febrio.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version