BI Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Jadi 4,6–5,4 Persen
Pajak.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 jadi di kisaran 4,6–5,4 persen. Namun, proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yang berada di kisaran 4,7–5,5 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan bahwa, revisi ini mencerminkan penyesuaian terhadap realisasi pertumbuhan pada kuartal I-2025 dan meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus diperkuat sehingga dapat memitigasi dampak ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprokal AS,” tegas Perry dalam konferensi pers, dikutip Pajak.com pada Kamis (22/5/25).
Pada kuartal I-2025, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,87 persen (year on year/yoy), melambat dibandingkan kuartal IV-2024 yang mencapai 5,02 persen. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama pertumbuhan, seiring meningkatnya aktivitas dan mobilitas masyarakat selama masa libur tahun baru dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri.
Selain itu, investasi menunjukkan pertumbuhan sejalan dengan realisasi penanaman modal, sementara ekspor meningkat didorong oleh permintaan dari mitra dagang utama dan sektor jasa.
Dari sisi Lapangan Usaha, sektor industri pengolahan, perdagangan, transportasi dan pergudangan, serta pertanian mencatatkan kinerja positif. Meski demikian, Bank Indonesia menilai perlunya langkah lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025 dan seterusnya.
BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik pada semester II-2025, ditopang oleh peningkatan permintaan domestik, termasuk dari belanja pemerintah.
“Dengan realisasi PDB triwulan I 2025 dan mencermati dinamika perekonomian global, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada dalam kisaran 4,6–5,4 persen, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,7–5,5 persen,” jelas Perry.
BI menekankan bahwa respons kebijakan perlu diperkuat untuk menjaga momentum pertumbuhan. Hal ini mencakup penguatan permintaan domestik dan optimalisasi ekspor sebagai dua kunci utama. Bauran kebijakan moneter dan makroprudensial juga terus diperkuat, termasuk melalui percepatan digitalisasi sistem pembayaran.
Seluruh upaya ini disinergikan dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah, termasuk dukungan terhadap implementasi program Asta Cita pemerintah di bahwa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Comments