BI: Ketidakpastian Perekonomian Global Mereda Pasca AS–Cina Sepakati Penurunan Perang Tarif
Pajak.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa ketidakpastian perekonomian global mulai mereda setelah Amerika Serikat (AS) dan Cina menyepakati penurunan tarif impor selama 90 hari.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa perkembangan ini memberikan sentimen positif terhadap prospek pemulihan ekonomi global, yang kini diproyeksikan tumbuh 3,0 persen, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,9 persen pada April 2025.
“Ketidakpastian perekonomian global sedikit mereda dengan adanya kesepakatan sementara antara Amerika Serikat [AS] dan Tiongkok [Cina] untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari,” ujar Perry dalam konferensi pers, dikutip Pajak.com pada Kamis (22/5/25).
Perbaikan outlook ini juga mencerminkan ekspektasi pertumbuhan yang lebih kuat dari dua ekonomi terbesar dunia, yakni AS dan Cina, yang memberi dampak positif lanjutan bagi kawasan lain seperti Eropa, Jepang, dan India. Kesepakatan tarif juga diperkirakan akan menurunkan tekanan inflasi di AS, yang memperkuat ekspektasi pasar terhadap potensi penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Funds Rate (FFR).
Namun, di tengah sentimen positif tersebut, BI mencatat bahwa yield US Treasury justru mengalami kenaikan melebihi prakiraan, seiring meningkatnya kekhawatiran atas keberlanjutan fiskal AS. Di sisi lain, arus modal global mulai bergeser. Dari aliran keluar ke aset aman (safe haven asset), kini perlahan mulai kembali mengalir ke negara-negara emerging markets, termasuk kawasan Asia.
Perry menambahkan bahwa pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terus berlanjut. Indeks DXY, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang negara maju, menunjukkan penurunan.
Hal serupa juga terjadi pada ADXY, indeks yang merepresentasikan mata uang negara berkembang di Asia. Pelemahan ini membuka ruang bagi penguatan nilai tukar di emerging markets, termasuk Indonesia.
Meski demikian, Perry mengingatkan bahwa dinamika negosiasi perdagangan global masih sangat fluktuatif. Posisi AS dan Cina bisa saja berubah sewaktu-waktu, termasuk dalam hubungan dagang dengan negara-negara lain. Hal ini membuat tingkat ketidakpastian global tetap tinggi dan memerlukan kewaspadaan ekstra.
“Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri,” ujar Perry.
Comments