Menu
in ,

Sukanto Tanoto, Anak Imigran yang Sukses Jadi Taipan

Sukanto Tanoto, Anak Imigran yang Sukses Jadi Taipan

Foto: IST

Pajak.com, Jakarta – Laman media massa arus utama Indonesia beberapa hari terakhir ramai memberitakan sosok taipan Sukanto Tanoto. Ia adalah salah satu deretan pengusaha terkaya di Indonesia yang belum lama ini dikabarkan membeli sebuah Gedung Ludwigstrasse 21 di Muenchen, Jerman. Gedung empat lantai bekas istana Raja Ludwig di kawasan prestisius Ludwigstrasse itu menurut dokumen OpenLux dibeli seharga 350 juta Euro atau sekitar Rp 6 triliun.

Di kancah bisnis, nama Sukanto Tanoto sudah tak asing lagi. Ia adalah taipan asal Belawan, Medan yang telah sukses mendirikan perusahaan multinasional bernama Royal Golden Eagle (RGE) yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam. Kini RGE memiliki banyak wilayah operasi yang tersebar di berbagai negara, seperti Indonesia, Cina, Kanada, dan Brazil. Berdasarkan data Forbes Oktober 2020, kekayaan Sukanto tercatat mencapai 1,6 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 23,5 triliun. Jumlah itu membuat nama Sukanto menempati urutan ke-22 sebagai orang terkaya di Indonesia pada 2019 lalu.

Sukanto lahir di Belawan, Medan pada 25 Desember 1949. Ia adalah anak tertua dari tujuh bersaudara. Ayahnya seorang imigran asal Kota Putian, Fujian, daratan Cina. Sebagai anak imigran yang tumbuh di masa Orde Baru, masa kecil Tanoto terbilang tak mudah. Pada tahun 1966 ia sempat tak bisa meneruskan sekolah karena sekolah Tionghoa saat itu ditutup oleh rezim Orde Baru. Status kewarganegaraan Tiongkok ayahnya membuat Tanoto kala itu tidak dapat meneruskan sekolah ke sekolah nasional.

Setelah sang ayah meninggal, Sukanto lah yang meneruskan bisnis keluarga. Setahap demi setahap Sukanto mengembangkan bisnisnya. Mulai dari perdagangan umum hingga akhirnya bisa merambah bisnis pembangunan jaringan pipa gas internasional. Pada saat terjadi krisis minyak pada 1972 yang menyebabkan harga minyak dunia melambung, ia mendapatkan keuntungan hingga bisnisnya berkembang pesat. Sekitar tahun ’73, Sukanto melebarkan bisnisnya ke sektor pengelolaan sumber daya alam. Ia mendirikan perusahaan Royal Golden Eagle (RGE) yang bergerak di bidang kayu lapis, pulp dan kertas, minyak kelapa sawit, hingga pengembangan sumber daya energi. Kini perusahaan ini berkantor pusat di Singapura.

Selain menjadi pengusaha, Sukanto juga aktif dalam kegiatan sosial melalui organisasi filantropi bernama Tanoto Foundation yang ia bangun bersama sang istri pada tahun 1981. Organisasi itu lebih banyak fokus untuk bidang pendidikan. Pria empat anak itu meyakini bahwa sebuah perusahaan hanya dapat berhasil jika memiliki nilai tanggung jawab. Dengan memegang prinsip itu, ia mengaku berusaha agar seluruh bisnisnya dioperasikan dengan cara yang baik untuk masyarakat, untuk negara, untuk iklim, untuk pelanggan, dan untuk perusahaan.

Sukanto memastikan bahwa tiap unit bisnisnya menjalankan pengelolaan lingkungan dan kegiatan sosial yang bertanggung jawab dengan menganut dan mengintegrasikan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam setiap kegiatan bisnisnya. Meski mengklaim telah melaksanakan prinsip tata kelola yang baik itu, bukan berarti ia terbebas dari isu miring. Salah satunya adalah soal pembelian gedung di Jerman itu.

Dokumen OpenLux membeberkan, pihak taipan Sukanto melakukan pembelian terselubung lewat beberapa perusahaan cangkang di Cayman Islands, Singapura, dan Luxembourg. OpenLux adalah sebuah kolaborasi jurnalis internasional dalam proyek menyisir data-data yang ada di perbankan Luxembourg yang dicurigai menjadi bagian dari operasi pengemplangan pajak para miliarder dunia. Sumber dokumen OpenLux tentang Tanoto salah satunya adalah keterangan dari anggota Parlemen Uni Eropa dari fraksi Partai Hijau, Sven Giegold.

Namun, dugaan itu dibantah oleh RGE Indonesia. Head Corporate Communications RGE Indonesia, Ignatius Purnomo mengatakan, pembelian Gedung Ludwigstrasse tidak ada kaitannya dengan kelompok usaha yang dijalankan RGE. Purnomo menjelaskan, pembelian gedung itu merupakan kegiatan investasi keluarga Sukanto Tanoto.

“Kegiatan (pembelian) itu telah dilakukan secara profesional dan telah memenuhi persyaratan serta prosedur yang berlaku di negara tersebut, serta sesuai dengan best practices internasional,” kata Purnomo dalam keterangan tertulis Sabtu, (13/2/21).

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version