Menu
in ,

Hadi Purnomo, Penggagas Reformasi Perpajakan Jilid II

Hadi Purnomo, Penggagas Reformasi Perpajakan Jilid II

FOTO: IST

Pajak.comJakarta – Adalah Hadi Purnomo atau yang akrab disapa Pak Poeng, sebagai salah satu mantan dirjen pajak yang diundang oleh DPR untuk urun pendapat secara virtual tentang pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). DPR memang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendapatkan usulan-usulan terbaik dan sebagai pertimbangan dalam pengesahannya.

Tujuannya, RUU KUP yang berisi lima cakupan substansi di antaranya perubahan UU pajak penghasilan (PPh), UU pajak pertambahan nilai (PPN), dan pengenaan pajak karbon ini agar menjadi bagian reformasi perpajakan yang komprehensif dari sisi administrasi dan kebijakan perpajakan.

Tak hanya berdedikasi sebagai abdi negara selama 49 tahun—yang sebagian besar dihabiskan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Pak Hadi Purnomo memang memiliki andil besar dalam perjalanan reformasi perpajakan yang dilakoni DJP. Bahkan pada Hari Pajak 2019, ia disebut sebagai reformasi perpajakan jilid II, karena berhasil membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar atau LTO pada tahun 2002, diikuti dengan pembentukan KPP Khusus dan KPP Madya.

Gebrakannya di masa 100 hari kerja dirjen pajak periode 2001–2006 adalah membuat konsep Garis Besar Haluan Perpajakan (GBHP). Salah satu pokok utama GBHP buah pemikirannya yakni mekanisme pelaksanaan program amnesti pajak—yang kemudian diadaptasi pada pelaksanaan amnesti pajak tahun 2016. Bedanya, pada amnesti pajak 2016 menggunakan landasan undang-undang, sementara konsep yang diajukan Pak Poeng kala itu menggunakan peraturan presiden atau keputusan menteri keuangan.

Terpenting, inti dari amnesti pajak adalah sama yakni data yang disampaikan oleh Wajib Pajak untuk permohonan pengampunan pajak; tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penyitaan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya. Lebih rinci, bekas kepala subdit penyidikan pajak ini juga menentukan nominal tarif amnesti adalah sebesar 20 persen, sementara amnesti pajak 2016 menerapkan tarif tebusan yang lebih beragam dari 0,5 persen hingga yang tertinggi mencapai 10 persen.

Pokok GBHP kedua adalah amandemen akses data perbankan untuk kepentingan perpajakan. Dengan aturan itu, perbankan di Indonesia wajib membuka akses data rekening nasabah perbankan kepada DJP. Pokok lainnya yakni pengembangan sistem informasi dan monitoring perpajakan yang terintegrasi dan on-line pada setiap layanan DJP.

Salah satu langkah terobosan yang dilakukan pria kelahiran Pamekasan, 21 April 1947 ini yaitu menerapkan Sistem Informasi DJP atau SI DJP pada tahun 2003/2004. SI DJP adalah aplikasi yang menggabungkan seluruh aplikasi perpajakan yang ada di lingkungan kantor modern DJP, dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat.

Pak Hadi Purnomo menggarisbawahi, hal pertama harus dilakukan dari ketiga pokok GBHP itu adalah DJP harus memiliki bank data yang kuat dulu, baru melakukan pengampunan pajak. Untuk itulah program pengampunan pajak tahun 2016 terbilang sukses, karena diiringi dengan keberadaan akses pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (AEoI) dan keterbukaan informasi keuangan.

Serangkaian gagasan ini juga sejatinya telah ia rancang melalui penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-178/PJ/2004 tentang Cetak Biru Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2001 Sampai Dengan Tahun 2010. Setidaknya ada enam program yang menjadi target DJP dalam rentang tahun itu, yakni meningkatkan konsolidasi internal, meningkatkan kebijakan perpajakan dengan equal treatment, serta meningkatkan penyuluhan dan pelayanan dengan e-system.

Selain itu, meningkatkan pengawasan dan kepatuhan WP dengan bank data, meningkatkan bank data pajak menjadi bank data nasional melalui Nomor Identitas Tunggal (Single Identification Number/SIN), dan meluruskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang belum lurus sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengabdian Pak Poeng pun berlanjut setelah tak lagi menjadi dirjen pajak. Ia sempat menjadi Kepala Bidang Ekonomi Dewan Analisis Strategis di Badan Intelijen Negara (BIN), sebelum akhirnya dilantik sebagai Ketua BPK. Pak Poeng dilantik menjadi Ketua BPK pada 26 Oktober 2009 menggantikan Anwar Nasution, dan memasuki purnabakti pada 21 April 2014.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version