in ,

Tim Prabowo Ungkap Dugaan Kebocoran Negara dari Pajak Lebih dari Rp 300 Triliun

Kebocoran Negara dari Pajak
FOTO: IST

Tim Prabowo Ungkap Dugaan Kebocoran Negara dari Pajak Lebih dari Rp 300 Triliun

Pajak.com, Jakarta – Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo ungkap kemungkinan bahwa, kebocoran penerimaan negara dari pajak lebih besar dari angka yang sebelumnya disebutkan, yakni Rp 300 triliun. Kebocoran ini terutama disebabkan oleh pajak-pajak yang tidak terkumpulkan serta beberapa modus penghindaran pajak yang merugikan negara dalam jumlah signifikan.

Drajad menjelaskan bahwa, kebutuhan belanja negara pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp 3.900 triliun, namun anggaran yang tersedia hanya Rp 3.600 triliun. “Tadi kan saya sampaikan ada gap dari APBN yang sudah kita ketok dengan apa yang sebenarnya kita butuhkan. APBN 2025 kita rencananya akan belanja negara kita itu kan levelnya di Rp 3.600 triliun. Yang kita butuhkan itu minimal Rp 3.900 triliun,” jelas Drajad dikutip Pajak.com pada Jumat (11/10).

Penyebab utama dari kekurangan tersebut adalah penerimaan pajak yang belum sepenuhnya dikumpulkan. Drajad menegaskan bahwa, terdapat sejumlah kasus pajak yang sudah diputuskan oleh pengadilan namun hingga kini belum dibayarkan oleh Wajib Pajak.

Baca Juga  Menteri ESDM: Rp 396 Triliun Devisa Negara Melayang untuk Impor Minyak

“Yang tidak terkumpulkan ini adalah salah satunya contohnya adalah kasus-kasus pajak yang sudah inkrah. Dimana wajib pajak sudah kalah, inkrah, kalah. Jadi sudah nggak ada lagi peluang PK. Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai, halas, finish ya. Tapi mereka nggak bayar. Ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar,” ujarnya.

Selain pajak yang tidak terkumpulkan, ada pula dugaan praktik transfer pricing yang turut berkontribusi pada kebocoran penerimaan negara. Transfer pricing adalah cara perusahaan multinasional memindahkan keuntungan mereka ke negara dengan pajak yang lebih rendah untuk menghindari pembayaran pajak yang lebih tinggi di Indonesia.

Kasus-kasus seperti ini telah terdeteksi oleh pemerintah dan menjadi salah satu faktor besar dalam kebocoran penerimaan pajak. “Kemudian juga ada beberapa kasus yang transfer pricing yang ketahuan. Itu juga potensinya ada,” tambahnya.

Namun, meskipun angka Rp 300 triliun telah disebutkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, sekaligus adik presiden terpilih Prabowo yakni Hashim Djojohadikusumo, jumlah kebocoran yang sebenarnya lebih besar. Namun, Drajad enggan menyebutkan angka pasti keborocan penerimaan negara dari pajak tersebut.

Baca Juga  Kriteria Orang Saling Berhubungan dalam Bidang Kepabeanan

“Totalnya saya sebenarnya nggak punya kewenangan untuk menyampaikan tapi karena Pak Hashim sudah menyampaikan Rp 300 triliun yaudah itu yang kita ikuti. Tapi intinya ya ada kasus yang sudah inkrah tapi mereka belum bayar ke negara,” ujarnya lebih lanjut.

Drajad juga menekankan bahwa, data yang disampaikan mengenai kebocoran ini sangat kredibel dan didasarkan pada fakta yang ada. “Bahkan saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar dari itu. Lebih besar, cuma Pak Hashim sudah menyampaikan Rp 300 kita pakai angka Rp 300,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Hashim mengungkapkan adanya kebocoran penerimaan negara dari pajak. Dugaan tersebut berasal dari data yang diperoleh dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Dirjen Pajak.

Data tersebut mengungkapkan bahwa, ditemukan jutaan hektare hutan yang diokupasi secara ilegal oleh pengusaha perkebunan sawit yang belum memenuhi kewajiban mereka dalam membayar pajak.

Baca Juga  Uni Eropa Terapkan Tarif Impor hingga 45 Persen untuk Mobil Listrik Cina

“Data yang Pak Prabowo dapat dari Pak Luhut dan Pak Ateh (Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP Muhammad Yusuf Ateh) serta dikonfirmasi oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), menunjukkan ada jutaan hektare kawasan hutan diokupasi liar oleh pengusaha kebun sawit nakal. Mereka sudah diingatkan, tapi sampai sekarang belum bayar,” jelas Hashim.

Pemerintah memperkirakan total tunggakan pajak dari pelanggaran ini mencapai Rp 300 triliun. Menurut Hasim, pemerintahan baru telah mendapatkan daftar lebih dari 300 pengusaha yang belum membayar kewajiban pajak mereka. Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada anggota Kadin yang terlibat dalam daftar tersebut.

“Saya tidak lihat kawan-kawan Kadin di dalam daftar itu, tapi akan saya cek lagi. Nanti ada peringatan bersahabat, friendly reminder, tolong segera bayar,” ungkap Hashim.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *