Tersangka Gratifikasi Rp21,5 Miliar di Direktorat Jenderal Pajak Kembali Diperiksa KPK
Pajak.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa tersangka gratifikasi senilai Rp21,5 miliar di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yakni mantan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv. Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (10/6/25) di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dugaan TPK [tindak pidana korupsi] gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, dikutip Pajak.com pada Kamis (12/6/25).
Haniv tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.40 WIB untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Ia sebelumnya telah diperiksa pada Jumat (7/3), namun memilih bungkam saat dimintai keterangan oleh awak media.
Nama Muhammad Haniv mencuat setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa (25/2/25) lalu, atas dugaan penerimaan gratifikasi selama menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Banten (2011–2015) dan Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus (2015–2018).
Dalam konstruksi perkara, KPK mengungkap bahwa pada Desember 2016, Haniv diduga menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan bisnis anaknya dengan meminta sponsorship kepada Wajib Pajak melalui YD selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing 3. Sponsorship yang diterima selama 2016 hingga 2017 mencapai Rp804 juta dan berasal dari berbagai perusahaan dan perorangan, termasuk yang berada di wilayah Kanwil DJP Jakarta Khusus maupun dari wilayah lainnya.
Tak hanya itu, pada periode 2014 hingga 2022, Haniv diduga menerima uang dalam bentuk valuta asing (dolar Amerika Serikat/AS) dari sejumlah pihak melalui perantara bernama BSA. Dana tersebut kemudian ditempatkan dalam deposito atas nama orang lain dan dicairkan ke rekening milik Haniv senilai Rp14 miliar.
Selain itu, sepanjang 2013 hingga 2018, Haniv juga diduga melakukan berbagai transaksi keuangan senilai Rp6,6 miliar melalui perusahaan valuta asing dan pihak lain. Dengan demikian, total dugaan gratifikasi yang diterima oleh Haniv mencapai Rp21,5 miliar.
KPK menyatakan masih terus mengembangkan perkara ini dengan mengumpulkan alat bukti tambahan, memeriksa saksi-saksi, serta menelusuri aliran dana dan aset terkait.
Atas perbuatannya, Haniv dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Comments